Gerakan Etis Guru DIY Saat Peringatan Hardiknas, Pasang Spanduk di Pagar Kantor Disdikpora dan Bagikan Bunga

Gerakan Etis Guru DIY Saat Peringatan Hardiknas, Pasang Spanduk di Pagar Kantor Disdikpora dan Bagikan Bunga
Perwakilan Forum Komunikasi Guru DIY memasang spanduk di pagar Kantor Disdikpora DIY dalam rangka peringatan Hardiknas. (sholihul hadi/koranbernas.id)
Gerakan Etis Guru DIY Saat Peringatan Hardiknas, Pasang Spanduk di Pagar Kantor Disdikpora dan Bagikan Bunga

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Provinsi DIY, Selasa (2/5/2023), diwarnai gerakan etis oleh perwakilan guru tergabung dalam Forum Komunikasi Guru DIY.

Mereka mendatangi Kantor Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY Jalan Cendana Kota Yogyakarta, kemudian memasang spanduk pada pagar kantor tersebut. Spanduk dengan latar belakang foto Ki Hajar Dewantoro ini berisi ucapan selamat atas peringatan Hardiknas.

Tak hanya itu, perwakilan guru juga membawa kejutan berupa empat karangan empat. Ukurannya relatif cukup besar. Hanya saja, pada karangan bunga itu tertulis semacam sindiran kepada pemangku kebijakan dalam hal ini Pemda DIY.

Pada salah satu karangan bunga tertulis kalimat Selamat Hardiknas 2 Mei 2023. Ingat, Guru Membangun Karakter Anak Bangsa. #TPP Berkeadilan bagi Guru.

Karangan bunga berikutnya berisi kalimat yang hampir sama. TPP Kaki Lima, Kerja Bintang Lima. #Save Guru DIY. Kemudian, TPP Kecil, Semangat Kerja Besar #Save Guru DIY. Pada karangan bunga berikutnya tertulis kalimat Guru Adalah Fondasi Pendidikan yang dirangkai dengan #TPP Berkeadilan bagi Guru.

Sewaktu sebagian guru memasang spanduk dan menata karangan bunga persis di trotoar sekaligus taman depan kantor Disdikpora, sebagian yang lain membagikan bunga mawar kepada pengguna jalan yang kebetulan melintas di lokasi tersebut.

“Selamat Hardiknas,” ucap mereka saat membagikan bunga. Pengguna jalan dengan senang hari menerimanya bahkan ada yang membuka jendela mobilnya demi menginginkan bunga itu.

Seorang pelajar terlihat senang menerima bunga. Mobil patroli polisi yang kebetulan melintas pun tak luput dari sasaran pembagian bunga oleh sejumlah guru.

Sejumlah guru membagikan bunga kepada pengguna jalan dalam rangka peringatan Hardiknas. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Merasa resah

Kepada wartawan di sela-sela melaksanakan gerakan etis, Joko Triyatno selaku Koordinator I Forum Komunikasi Guru Dikmen dan Diksus DIY menyampaikan,  gerakan ini selain sebagai sarana mengucapkan selamat atas peringatan Hardiknas, juga untuk ajang ekspresi keresahan para guru terutama terkait dengan Tambahan Penghasilan Pegawai atau TPP.

“TPP ini diatur dalam Pergub Nomor 112 Tahun 2021 yang kemudian diperbarui lagi dalam Pergub Nomor 121 Tahun 2022. Tugas guru itu berat. Selain melaksanakan tugas pokok merencanakan dan melaksanakan pembelajaran serta evaluasi tahun kalender pendidikan, guru masih harus melaksanakan tugas tambahan,” ujarnya.

Yaitu, pembimbingan termasuk psikologi, konseling, minat bakat serta kurikulum terintegrasi. Contoh, integrasi berwawasan adiwiyata, antikorupsi, anti-bullying. “Bahkan di DIY ada satu lagi yaitu wacana pendidikan khas kejogjaan,” kata dia.

Hanya saja, menurut Joko, tugas guru yang berat itu ternyata tidak sebanding dengan kesejahteraan mereka. “Kita merasa kurang diperhatikan ketika kesejahteraan kita tidak dibagi secara adil,” tambahnya.

Dia menjelaskan, pemberian TPP bagi guru terbagi dua kategori. Pertama, bagi PNS guru yang sudah mendapatkan Tunjangan Profesi Guru (TPG) diberi TPP sebesar 50 persen dari bobot satu sebesar Rp 1.050.000. “Sekitar Rp 500 ribu dari 50 persennya. Sementara yang belum mendapatkan TPG menerima bobot satu Rp 1.050.000,” kata Joko.

Implikasinya, ternyata TPP yang diterima guru sangat tidak sebanding dengan beban kerjanya. Sebagai perbandingan, staf TU (Tata Usaha) golongan II berijazah SLTA menerima TPP sebesar Rp 4 juta dan dapat diterima setiap bulan. “Sementara TPG per triwulan dan sering dicairkan bulan keempat atau kelima,” kata Joko.

Dia mencontohkan, guru baru angkatan 2018/2019 yang belum mendapatkan TPG rata-rata menerima THP (Take Home Pay) sebesar Rp 4 juta atau di bawah THP staf TU golongan II bahkan golongan I yang berijazah SD/SMP. Sementara staf TU Golongan I saja sudah menerima Rp 4,5 juta.

“Gaji staf TU misalnya Rp 2 juta ditambah TPP Rp 2,5 juta, maka di sini kita prihatin karena masih ada sekitar 400-500 guru baru yang belum mendapatkan TPG, maka THP-nya kalah dengan golongan I dan II,“ terangnya.

Kategori kedua, menurut Joko, guru yang belum memperoleh TPG. “TPG diperoleh dengan proses yang panjang dan sulit. Pencairan tidak setiap bulan tetapi TPP cair setiap bulan,” ujarnya.

Disebutkan, TPP merupakan dana negara berasal dari optimalisasi anggaran daerah dan efisiensi anggaran daerah tahun berjalan ditambah PAD (Pendapatan Asli Daerah) setempat. “TPP setiap bulan diterima, sementara kami para guru tidak,” ucapnya.

Koordinator I Forum Komunikasi Guru Dikmen dan Diksus DIY, Joko Triyatno, saat diwawancarai wartawan. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Rasionalisasi

Melalui gerakan etis kali ini, Joko menyatakan Forum Komunikasi Guru DIY menginginkan adanya rasionalisasi TPP secara keseluruhan, dimulai dengan perubahan substansi Pergub DIY. Dengan begitu, kegiatan guru beserta tupoksinya bisa di-TPP-kan, sebagaimana ketugasan tenaga kependidikan atau TU.

“Contoh, perencanaan anggaran, laporan anggaran, pemeriksaan keuangan, pengurusan barang, pengarsipan surat. Itu semua TU. Di Dinas Dikpora ini, pekerjaan tidak hanya masalah administrasi tapi ada proses pendidikan,” tambahnya.

Joko bertanya, bagi orang Yogyakarta angka itu apakah masih wajar sementara di sekolah-sekolah negeri maupun swasta masih banyak Guru Tidak Tetap (GTT) yang nasibnya belum layak. (*)