Enam Perusahaan Melantai di Bursa, sebagian Besar Sektor Wisata

Enam Perusahaan Melantai di Bursa, sebagian Besar Sektor Wisata

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA Enam perusahaan dari Yogya sudah melantai di bursa. Dari enam perusahaan ini, sebagian besar bergerak di bisnis terkait dengan kepariwisataan.

Kepala Perwakilan BEI DIY Irfan Noor Riza mengatakan, perusahaan dari Yogya yang punya potensi untuk listed di bursa sebenarnya jauh lebih besar. Namun kebanyakan masih terkendala pada status badan usaha.

“Regulasinya kan mensyaratkan bentuk badan usaha harus perseroan terbatas. Padahal di Yogya kebanyakan masih berbentuk UD ataupun CV,” kata Irfan, belum lama ini.

Ia mengatakan, dilihat dari bisnisnya, banyak pelaku usaha di Yogya yang layak untuk melantai di bursa saham. Karena untuk listed di BEI, cukup mudah. Hanya mensyaratkan nett tanggile asset tidak sampai Rp 5 miliar. Sehingga usaha skala UKM di Yogya sebenarnya banyak yang memenuhi syarat. Selain itu, syarat lainnya, perusahaan dimaksud harus memiliki potensi untuk untung.

“Jadi ketika mendaftar dalam kondisi belum untung pun tidak masalah. Asalkan punya potensi untuk untung. Nah, masalahnya pelaku UMKM di Yogya kebanyakan masih berbadan hukum UD ataupun CV,” lanjutnya.

Ditanya perusahaan yang sudah melantai di bursa, Irfan mengatakan, perusahaan itu adalah PT Andalan Perkasa Abadi Tbk (NASA), Global Sukses Solusi (RUNS), Eastparc Hotel (EAST), Sinergi Megah Internusa (NUSA), Indo Boga Sukses (IBOS) dan Saraswanti Indoland Development (SWID) sukses go public alias melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini.

Irfan mengatakan, banyak keuntungan bagi perusahaan yang go public. Manfaat go public sendiri dari sisi pendanaan dapat pendanaan bagi usahanya dan dari sisi branding maka emiten akan menjadi fokus sorotan minimal para investornya. Dari sisi investor, paling tidak mempunyai rasa memiliki terhadap perusahaan yang sahamnya mereka beli. “Dengan go public, dengan perusahaan dimiliki banyak orang dan disoroti banyak orang, artinya produk perusahaan dibeli banyak orang sehingga brandingnya semakin besar. Ketika sudah go public, maka perusahaan akan memiliki akses pendanaan tak terbatas. Termasuk ke luar negeri. Para investor akan memprioritaskan pada perusahaan yang sudah go public, karena sudah pasti tata kelola perusahaannya akan lebih bagus,” ungkap Irfan.

Irfan Noor Riza mengatakan, jumlah emiten di DIY semakin bertambah setiap waktu seiring meningkatnya jumlah pertumbuhan investor. Menyusul enam emiten yang telah melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) tersebut, bakal ada satu emiten kelas UMKM di DIY yang segera menyusul melantai di pasar bursa tahun ini.

“Memang belum banyak yang mengetahui cara melantai di bursa. Maka kita ada beberapa papan pencatatan bagi emiten yaitu Papan Akselerasi, Papan Pengembangan, Papan Utama dan Papan New Economy khusus bagi start up nantinya. UMKM biasanya kita wadahi di Papan Akselerasi yang syarat nett tangible assetnya minimal di bawah Rp 5 miliar,” lanjut Irfan.

Untuk itu, BEI menargetkan pengembangan pasar modal dengan bertambahnya investor, emiten dan SDM pasar modal. Guna menumbuhkan investor, BEI terus bergandengan tangan dengan pihak kampus dengan mendirikan Galeri Investasi (GI).

BEI melalui Forum Komunikasi Industri Jasa Keuangan (FKIJK) DIY akan meningkatkan GI menjadi pusat literasi terpadu. Anggota FKIJK DIY sendiri mempunyai akses pendanaan bagi UMKM, sehingga tengah digagas adanya Kampus UMKM yang akan melakukan inkubasi dari nol seperti legalitas kemudian pendanaan dengan FKIJK DIY hingga Securities Crowdfunding. (*)