Ekonom Ngumpul, Apa yang Dibicarakan?

Ekonom Ngumpul, Apa yang Dibicarakan?

KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Pengurus Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Yogyakarta menyelenggarakan Ngobrol Bareng (Ngobar) tentang Isu-isu ekonomi terkini di Warung Sate Kambing pak Jede, Nologaten, Sleman, Yogyakarta, Sabtu (11/1/2020). Isu terkini yang sempat dibahas adalah masalah industri asuransi, termasuk Jiwasraya dan Asabri.

Belasan pengurus hadir, termasuk Edy Suandi Hamid (Anggota Dewan Penasehat/Rektor UWM), Hilman Tisnawan (Ketua Dewan Pengarah/Kepala Kantor Perwakilan BI DIY), Fahmy Radhi (Anggota Tim Ahli ISEI Jogja/Dosen Sekolah Vokasi UGM), dan Murti Lestari (Koordinator Bidang Riset/Dosen Fakultas Bisnis UKDW).

Dalam keterangan pers yang diterima koranbernas.id, Senin (13/1/2020), disampaikan isu terkini yang sempat disinggung adalah masalah industri asuransi, termasuk Jiwasraya dan Asabri. "Dalam industri asuransi kata kuncinya pengawasan karena regulasi dan rambu-rambu sudah lengkap," papar Edy Suandi Hamid selaku komisaris perusahaan asuransi selama empat tahun.

Menurutnya, kasus moral hazard berupa penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang sering terjadi khususnya pada penempatan dana nasabah dalam berbagai bentuk investasi.

Sedangkan Murti Lestari menyatakan, lembaga keuangan asuransi mempunyai karakter yang khas dibanding lembaga keuangan yang lain. Salah satunya adalah klaim nasabah dalam jangka panjang. Kondisi tersebut menjadikan nasabah kurang sadar (aware) terhadap kinerja asuransi sehingga manajemen dapat melakukan kekeliruan dan tidak segera ketahuan.

"Berbeda dengan industri perbankan dimana klaim nasabah dalam jangka pendek. Klaim jangka pendek menjadikan nasabah bank lebih peduli kepada bank dan manajemen berusaha lebih baik dalam mengelola sehingga kekeliruan dapat ditekan lebih rendah," kata Murti Lestari.

Hilman Tisnawan berpendapat, salah satu tantangan ekonomi DIY di tahun 2020 adalah menggerakkan sektor riil agar melakukan ekspansi usaha. Ekspansi usaha tersebut harus didukung oleh sektor perbankan dalam pemberian kredit usaha. Seperti diketahui, LDR (loan to deposit rasio) Perbankan DIY baru sekitar 65%. Dengan demikian potensi peningkatan kredit perbankan masih sangat besar.

"Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kebijakan fiskal, khususnya pajak. Harus diakui pemerintah sedang bekerja keras untuk meningkatkan penerimaan pajak. Di sisi lain industri atau perusahaan yang baru tumbuh masih membutuhkan insentif pajak. Seharusnya mereka diberi insentif pajak agar usahanya cepat berkembang," tandas Hilman.

Sedangkan Edy Suandi Hamid berpendapat, saat ini yang lebih penting adalah meredesign dan memfokuskan pada jalan pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas. Pertumbuhan ekonomi 5% akan dirasakan dan memberikan ketenangan dan kenyamanan dalam masyarakat kalau dengan angka itu bisa mengurangi ketimpangan, mengurangi pengangguran, dan juga juga mengurangi kemiskinan.

Kurang berkualitasnya pertumbuhan ekonomi Indonesia ini sudah dirasakan sejak lama, dan ini perlu ada langkah-langkah yang ekstra serius supaya pertumbuhan berkualitas itu mewujud.

Tantangan lain dalam perekonomian adalah memberantas mafia migas. Fahmy Radhi menilai pembuktian Jokowi mampu atau tidak membasmi mafia migas adalah dengan melihat pembangunan kilang minyak. “Jika kilang yang selama ini mangkrak bisa dibangun, artinya Jokowi berhasil," tandasnya.

Sebaliknya, jika kilang yang mau dibangun tetap terbengkalai, artinya mafia migas masih berkuasa untuk membuat Indonesia ketergantungan impor. Fahmy menjelaskan bahwa mafia migas memang selalu berupaya menghalang-halangi pembangunan kilang agar Indonesia tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri. (eru)