Cerita Sedih Nasabah BUKP Wates hingga Membentuk Posko Pengaduan
Alih-alih bisa mencairkan Rp 200 juta, justru setorannya Rp 100 juta hingga saat ini tidak keluar sertifikat depositonya.
KORANBERNAS.ID, KULONPROGO -- Gejolak hati para nasabah korban BUKP Wates semakin tak terbendung. Puluhan nasabah berkumpul di Karangwuni Wates Kulonprogo, Selasa (15/4/2025), untuk meluapkan kejengkelannya. Mereka kemudian sepakat membentuk paguyuban sekaligus melakukan inventarisasi masalah yang mereka hadapi.
“Masalah saya rumit di BUKP Wates. Awalnya saya menarik simpanan saya di BUKP Lendah Rp 200 juta, pada pertengahan tahun 2023,” kata Wahyu Purnomo, salah seorang nasabah.
Lalu, kata dia, dana tersebut seluruhnya disimpan di BUKP Wates dalam bentuk deposito 6 bulan. Setelah jatuh tempo Wahyu Purnomo berniat menarik dana tersebut karena ingin membayar notaris untuk proyeknya.
“Tapi apa yang terjadi, tidak ada duit. Hanya janji-janji palsu yang saya terima. Malahan Kepala BUKP Wates meminta saya memasukkan lagi dana agar bisa menarik deposito yang Rp 200 juta, aneh kan? Bodohnya saya, saya kok ya mau gitu lho,“ ujarnya.
Kebutuhan sekolah
Dia sepakat menyetor lagi Rp 100 juta untuk simpanan berbentuk deposito. Setelah setor Rp 100 juta, alih-alih bisa mencairkan yang Rp 200 juta, justru setorannya yang Rp 100 juta hingga saat ini tidak keluar sertifikat depositonya. “Subhanallah, maumu apa sebenarnya BUKP Wates,” katanya dengan nada jengkel.
Dia menjelaskan, dana disimpan di BUKP Wates itu semua untuk kebutuhan sekolah anak-anaknya seperti bayar SPP dan uang bulanan. Meski dengan alasan demikian petugas BUKP Wates tak mau tahu, bahkan terkesan menghindar dari kejaran saat didatangi di kantornya.
“Padahal saya sudah meminta dua tiga bulan sebelumnya, ya Rabb kok tega-teganya ngemplang biaya sekolah anak-anak saya,” katanya.
Dari situlah, Wahyu Purnomo yang juga mantan bankir senior itu merasa ada yang tidak beres di BUKP Wates, karena setiap kali dia mengajukan pencairan selalu zonk alias tak ada duit sama sekali.
“Saya terjerembab di kubangan penuh lumpur dan tlethong, sudah kotor bau pula dan nyaris tidak ada jalan keluar,” katanya menyangatkan.
Penabung rajin
Tri Wibowo, warga Bendungan Wates Kulonprogo punya cerita lain tentang BUKP Wates. Dia beserta dua anak dan istrinya termasuk penabung yang rajin di BUKP Wates. Bahkan anak-anaknya sejak masih SD hingga SMK punya tabungan di sana.
Tetapi, sedih campur pilu setiap kali ingin mengambil tabungannya di BUKP Wates, kalau tidak ditinggal pergi petugas, dia harus cekcok mulut dengan petugas. Setelah itu dia mengaku paling banyak hanya bisa membawa pulang Rp 100 ribu.
“Ini tabungan anak-anak lho. Masak mau ngambil Rp 500 ribu saja harus berdebat setengah mati. Ini apa sebenarnya?“ ujarnya bertanya.
Karena jengkel terus dibuat mainan kata-kata oleh petugas di BUKP Wates, maka suatu ketika dia dan istrinya meminta bantuan polisi mengambil simpanannya sebesar Rp 20 juta.
Keperluan mendesak
Usahanya kali ini sukses. Dia berhasil mengambil dana Rp 20 juta karena ada keperluan mendesak, mesti harus menggunakan bantuan aparat polisi.
Tiga buku tabungan lain yang juga merupakan simpanan hasil jerih payah tetes keringat itu sebesar puluhan juta rupiah tetap tidak bisa dicairkan meski setiap hari datang ke BUKP Wates hingga harus menunggu berjam-jam.
Hasilnya? “Ya tetap tidak ada apa-apa, pulang membawa kejengkelan, kalaupun ada paling banyak Rp 100 ribu , piye jal?“ ujar Tri Wibowo.
Menyedihkan lagi cerita Meylita yang harus padudon (cekcok mulut) setiap kali datang ke BUKP Wates untuk mengambil simpanannya.
Tidak berhasil
“Sering saya cekcok besar sama kepala BUKP Wates, sampai kata-kata kasar keluar dan isi kepala saya tumpahkan untuk ibu Kepala BUKP Wates. Namun tetap saja tidak berhasil membawa pulang uang, lumayan emosi tersalurkan,” ujarnya.
Para nasabah korban BUKP Wates sepakat membuat paguyuban dengan Ketua Meylita, Ketua 2 Tri Wibowo, Sekretaris Andri Irawan dan Bendahara Wahyu Purnomo, sekaligus membuka posko aduan bagi nasabah korban BUKP Wates yang ingin bergabung berjuang bersama. (*)