Bukan Milenial, Lansia di DIY Lebih Percaya Vaksin
KORANBERNAS ID, YOGYAKARTA -- Setahun pandemi di Indonesia dengan tren positif rate terkini masih diatas 15%, serta data angka kematian yang masih tinggi, diperlukan campur tangan semua pihak untuk terus menggiatkan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan. Program vaksinasi yang terus digeber oleh pemerintah agar dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat pun ternyata tidak mudah.
Hasil survei Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang dilakukan pada 13-18 Januari 2021 di DIY menunjukkan, sebanyak 55,6 persen Gen Z atau kelompok usia 17-22 tahun tidak percaya dengan kemanjuran vaksin Covid-19 untuk mencegah penularan virus corona.
Sementara kelompok yang paling percaya pada kemanjuran vaksin Covid-19 adalah kelompok lansia sebesar 75,7 persen dan hanya 21,6 persen kelompok ini tidak percaya dengan kemanjuran vaksin.
Dari data tersebut, betapa ironis milenial yang begitu akrab dengan teknologi informasi justru paling banyak tidak percaya terhadap kemanjuran vaksin dalam mencegah penularan Covid-19.
"Era keterbukaan informasi ini menjadi tantangan serius bagi masyarakat Indonesia bahkan dunia. Arus informasi yang cepat dan berlimpah sudah seperti banjir bandang informasi yang simpang siur," ungkap Sukamta, anggota Komisi 1 DPR RI dalam diskusi Pemanfaatan IT dalam Sosialisasi Bahaya Covid-19 dan Vaksinasi, Sabtu (20/03/2021).
"Pandemi membuat seluruh dunia sedang mengalami satu tantangan ganda bahkan triple, selain mengalami pandemi itu sendiri, kita juga mengalami perubahan adaptasi cepat dari dunia analog ke dunia digital. Yaitu sekarang akses informasi itu bisa di nikmati setiap individu dengan sumber yang sangat beragam," imbuhnya.
"Kalau dulu [zaman analog] informasi itu banyak filter salah satunya misalnya media massa atau informasi resmi dari pemerintah. Tapi kini setiap orang bisa mengirimkan berita, bisa benar, bisa salah, bisa apa adanya tapi juga bisa dilebih-lebihkan. Sehingga pemerintahan kini mengalami tantangan untuk memberikan informasi yang benar dan tepat kepada warga negaranya," lanjutnya.
Ini menjadi tantangan bersama, lanjut Sukamta, bagaimana kita mengelolanya menjadi informasi yang benar bahwa ternyata Covid-19 ini benar ada dan nyata, Covid-19 ini juga penyebarannya sangat cepat sekali dan mematikan bagi yang punya komorbit.
Sangat penting keterbukaan informasi itu, bukan hanya soal terbuka, tapi jika sudah menjadi banjir bandang pertanyaan-pertanyaan di masyarakat itu kalau tidak dijawab dengan baik dan benar oleh pemerintah akan menghasilkan spekulasi.
"Dari spekulasi ini kemudian rawan sekali muncul hoaks, jika hoaks itu dominan maka memperbaikinya menjadi sulit," lanjutnya.
Sukamta menambahkan, DPR RI berharap pemerintah menyiapkan sumber-sumber yang tidak hanya pasif. Ia meyakini Kominfo memiliki banyak pihak yang kompeten untuk memberikan informasi yang benar tentang penanganan Covid-19, termasuk vaksinasi.
Apalagi saat ini banyak variasi media yang banyak dijadikan rujukan. Karena itu Kominfo didorong punya layanan yang proaktif.
"Kalau informasi yang tersedia dianggap normatif, masyarakat diminta merujuk pada orang atau tokoh yang dapat dipercaya dan bisa memberikan informasi yang valid. Dengan akses informasi yang baik dan benar maka akan memberikan pengambilan dan sikap yang benar. Apalagi warga diy secara kolektif cerdas," imbuhnya.
"Mudah-mudahan warga DIY akan terus menjadi warga yang ter informasi dengan baik dan benar, dan kemudian bisa mengambil sikap dengan baik dan benar pula. Dalam konteks covid-19 maupun vaksin mudah-mudahan nanti seluruh warga DIY bisa divaksinasi dan tidak ada lagi yang menolak. Selain itu, mudah-mudahan vaksinnya cukup tersedia. Ini menjadi tantangan bagi pemerintah," tutupnya.
Sementara Roy Suryo, pemerhati multimedia dan telematika, mengungkapkan sosialiasi menggunakan media yang berbeda sangat dibutuhkan dalam penanganan Covid-19. Sosialisasi bisa disesuaikan dengan usia target masyarakat.
"Masyarakat akses informasinya mudah. Jika pemerintah terlambat dalam memberikan informasi, akibatnya informasi dicari atau datang atau malah dibuat sendiri oleh masyarakat. Ini yang harus ditangani," tandasnya.(*)