Setelah Menolong Teman-teman, Fauzi Ajitama harus Menyerah Melawan Maut

Setelah Menolong Teman-teman, Fauzi Ajitama harus Menyerah Melawan Maut

KORANBERNAS.ID, GUNUNGKIDUL – Setelah berjuang melawan maut beberapa jam, Fauzi Ajitama (12) siswa kelas VI SD Muhammadiyah Bogor, Kapanewon Playen, Gunungkidul, akhirnya meninggal dunia. Warga Padukuhan Sumberejo, Kalurahan Ngawu, Kapanewon Playen ini, menjadi korban runtuhnya atap gedung sekolah. Korban meninggal dunia setelah dirawat tim medis RSUD Wonosari sejak Selasa (8/11/2022) pagi. Namun malamnya, sekitar pukul 20.45 WIB jiwanya tidak tertolong.

Panewu Playen, Agus Sumaryono menyatakan, saat kejadian ambruknya atap ini, Fauzi tengah berada di lantai 2 bersama dengan teman-temannya untuk mengikuti kegiatan bimbingan hafalan Al Quran. “Berdasarkan informasi yang saya terima, saat kejadian anak ini sebenarnya sempat membantu teman-temannya agar segera keluar dari ruangan yang ambruk untuk menyelamatkan diri,” kata Agus Sumaryono saat memberikan sambutan pada pelepasan jenazah, Rabu (9/11/2022) siang.

Namun sayangnya, ketika teman-temannya sudah berhasil menyelamatkan diri, korban yang berlari paling belakang justru tertimpa atap bangunan yang runtuh. Tidak bisa dihindarkan, anak ini terjatuh dan terjepit reruntuhan baja ringan yang merupakan konstruksi atap, eternit, genting, hingga cor-coran semen yang ada di atas atap.

Diantar ratusan pelayat, korban dimakamkan di pemakaman umum Kalurahan Plembutan Kapanewon Playen, sekitar 3 km dari rumahnya. Anak ini di kubur di samping ayahnya, yang meninggal dunia sekitar 3 pekan lalu.

Para Siswa Trauma

Pasca kejadian yang memilukan ini, para siswa SD Muhammadiyah Bogor mengaku trauma. Untuk itulah, Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA), Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos-PPPA) Gunungkidul akan melakukan trauma healing bagi korban atap ambruk.

Kepala UPT PPA, Dinsos-PPPA Gunungkidul, Aris Winata mengungkapkan, para pelajar SD Muhammadiyah Bogor, Playen tersebut hingga kini masih mengalami trauma. "Mereka sampai terganggu pola tidur dan kesehariannya karena kejadian kemarin," kata Aris Winata. Ia mengatakan trauma healing perlu dilakukan untuk mengembalikan kondisi psikis anak-anak. Pihaknya juga akan menerjunkan psikolog untuk penanganan.

Meski demikian, proses trauma healing ini menunggu hingga penanganan medis terhadap seluruh pelajar selesai dilakukan. Adapun saat ini para korban masih dalam proses pemulihan medis. "Nanti kalau secara medis sudah dinyatakan stabil, baru akan kami lakukan trauma healing," jelasnya. Selagi menunggu pemulihan, Aris mengatakan pihaknya tengah memetakan tahapan trauma healing yang perlu dilakukan. Koordinasi dengan sekolah hingga provinsi juga dilakukan.

Sebagaimana diakui salah satu wali murid SD Muhammadiyah Bogor Playen, Widodo, dua anaknya masing-masing Sharena Laksita Nareswari dan Binar Laksar Oktaria mengalami gangguan psikis. Sharena kini duduk di bangku kelas 1 dan Binar duduk kelas 6 sekolah tersebut. "Anak saya Binar itu satu bangku dengan korban meninggal, Fauzi," kata Widodo.

Pasca kejadian maut itu, dua anaknya saat ini tidak bersedia untuk masuk sekolah lagi. Bahkan anaknya yang saat ini kelas 1 mengaku enggan untuk masuk sekolah lagi karena takut dengan peristiwa yang telah terjadi. "Binar juga begitu, anaknya tidak bersedia untuk sekolah lagi," tambahnya.

Ia memaklumi trauma yang dialami oleh anak sulungnya tersebut. Sebab saat kejadian berada di dalam ruangan dan teman sebangku dengan bocah yang meninggal. Bahkan saat peristiwa terjadi, Abin di dalam kelas tengah menunggu Fauzi.

"Pagi itu, sebenarnya jam pelajaran belum dimulai. Namun pada jam 0, anak-anak seperti biasa bergiliran diminta untuk mempresentasikan hafalan Qur'an. Kegiatan hafalan Qur'an tersebut sebenarnya hampir selesai, namun peristiwa berdarah itu langsung terjadi," papar Widodo.

Sementara itu, Kepala SD Muhammadiyah Bogor, Indah Suryani memutuskan, aktivitas pembelajaran dihentikan sementara waktu. Keputusan ini diambil mempertimbangkan kondisi para pelajar. Khususnya yang menjadi korban kejadian kemarin. "Kalau situasi sudah kondusif, aktivitas sekolah baru akan kami lakukan lagi," ujar Indah.

Polisi Periksa 10 Saksi

Sedang Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Gunungkidul hingga kini masih menyelidiki tragedi ambruknya atap bangunan SD Muhammadiyah Bogor, Playen. Penyelidikan turut melibatkan tim ahli.

Kasatreskrim Polres Gunungkidul, AKP Mahardian Dewo Negoro mengaku sudah memeriksa setidaknya 10 saksi dari kejadian ini. "Sebanyak 10 saksi ini dari pihak sekolah, komite sekolah, serta pemborong yang mengerjakan bangunan," kata Mahardian. Meski demikian diakui sampai saat ini belum ada penetapan tersangka. Sebab pihaknya masih terus mendalami dan mengumpulkan bukti-bukti kuat dari kejadian ini.

Mahardian secara khusus mengundang tim ahli dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Mereka diminta untuk menilai kualitas struktur bangunan yang jadi lokasi kejadian. "Tadi dari tim ahli sudah membawa sejumlah sampel untuk diperiksa lebih lanjut," jelasnya. Mahardian juga belum bisa menyimpulkan apakah ada unsur kelalaian dari kejadian ini. Keputusan itu menunggu hasil pemeriksaan teknis dari tim ahli UGM.

Hingga kini, lingkungan SD Muhammadiyah Bogor, Playen masih disterilkan untuk keperluan penyelidikan. Seluruh aktivitas di sekolah ditangguhkan sementara. "Lokasi kejadian tetap kami amankan sampai ada pemeriksaan lebih lanjut," kata Mahardian.

Dosen Teknik Sipil UGM, Muslikh mengatakan, penilaian yang dilakukan masih bersifat umum. Antara lain, mengenai struktur bangunan, dimensi, material, hingga kondisi kerusakan.

Sejumlah material dari lokasi kejadian sudah dibawa untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan akan dilakukan di laboratorium Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM. (*)