Sejumlah Kepala Desa Keluhkan Data Penerima Bansos Pemerintah

Sejumlah Kepala Desa Keluhkan Data Penerima Bansos Pemerintah

KORANBERNAS.ID, KLATEN -- Keputusan pemerintah membantu warga tidak mampu, layak diapresiasi. Namun akan muncul persoalan di lapangan jika data penerima bantuan tidak valid. Bisa-bisa kepala desa, perangkat desa, Ketua RW dan Ketua RT jadi sasaran kekecewaan warga.

Untuk menghadapi permasalahan seperti itu, pemerintah desa mengusulkan adanya verifikasi dan validasi data penerima bantuan. Dan yang tidak kalah pentingnya, harus sabar.

"Kuncinya harus sabar. Habis bagaimana lagi karena data yang dijadikan acuan adalah data lama yang ada di Kementerian Sosial," kata Haryanto Wahyu, Kepala Desa Keprabon, Kecamatan Polanharjo.

Di Desa Keprabon ada 56 warga tidak mampu yang seharusnya menerima BST (Bantuan Sosial Tunai) sebesar Rp 600 ribu/KK pada Kamis lalu. Namun saat pengambilan yang dipusatkan di aula Kantor Desa Polan, ternyata hanya 46 warga yang menerima.

"Yang sepuluh tidak terima karena namanya tumpuk (dobel) sehingga undangan pengambilan dari kantor pos juga tidak dikasih," ujarnya.

Meski langkah Pemerintah Desa Keprabon ingin menegakkan aturan dengan mempending undangan pengambilan BST terhadap warga yang namanya dobel, namun tetap saja masih ada warga yang belum bisa menerima. Akibatnya warga datang ke kantor desa atau menanyakannya lewat telepon.

Sesuai aturan, penerima bantuan sosial pemerintah tidak boleh dobel, maka pemerintah desa juga melakukan verifikasi dan validasi terhadap data yang ada di kementerian sosial. Itu dilakukan karena data yang ada di Kementerian Sosial adalah data tahun 2011. Artinya, kata sejumlah perangkat desa, data itu sudah 9 tahun lalu yang bisa saja terjadi perubahan. Mungkin ada yang sudah meninggal dunia, pindah, status ekonomi yang sudah baik dan lain sebagainya.

Permasalahan baru muncul di lapangan ketika pemerintah desa diminta memverifikasi dan memvalidasi data penerima Bansos yang ada di Kementerian Sosial. Hasil verifikasi dan validasi oleh pemerintah desa justru tidak ada manfaatnya karena warga penerima kembali itu-itu saja.

"Desa diminta memverifikasi dan memvalidasi. Dan desa sudah melakukan dan menyerahkan ke Dinas Sosial. Hari ini hasil verifikasinya kami serahkan, ee... hari ini juga ada undangan pengambilan dari kantor pos. Lagi-lagi nama penerima itu-itu juga. Ini kan lucu," kata sejumlah Ketua RW dan RT di Kecamatan Klaten Selatan.

Kekecewaan juga disampaikan perangkat desa di wilayah Kecamatan Juwiring, Kecamatan Tulung dan Kecamatan Delanggu. Hasil verifikasi dan validasi data penerima Bansos pemerintah percuma saja karena tidak ada gunanya.

"Ya jelas percuma, Mas. Kami disuruh verifikasi dan validasi, sudah buang waktu dan tenaga, tapi tidak digunakan. Padahal kami yang tahu kondisi di lapangan. Kalau seperti ini, namanya sama saja kami-kami yang dibenturkan dengan warga. Harus sabar memang menghadapi warga," kata mereka kepada koranbernas.id.

Untuk menenangkan warga tidak mampu yang benar-benar belum menerima bantuan sosial pemerintah, pemerintah desa akan mengalokasikan dana desanya 30 persen. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Klaten juga masih akan menyalurkan bantuan tahap dua yang diagendakan setelah lebaran.

Hanya saja syarat warga penerima bantuan sosial pemerintah tersebut yakni benar-benar tidak mampu dan tidak boleh menerima bantuan sosial dobel. Sebab bantuan sosial pemerintah akibat dampak Covid-19 ada bermacam-macam dengan sumber yang berbeda pula. Seperti BST, PKH, BPNT, bantuan sembako dari pemerintah provinsi, bantuan sembako dari pemerintah kabupaten dan bantuan dari dana desa.

Tentunya warga yang sudah menerima salah satu dari bantuan itu tidak boleh lagi menerima bantuan sosial lainnya. (eru)