Perang Jawa Meletus Lebih Awal karena Provokasi Belanda

Perang Jawa Meletus Lebih Awal karena Provokasi Belanda

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Perang Diponegoro yang dikenal juga sebagai Perang Jawa pada Juli 1825, ternyata meletus lebih awal dari rencana yang dibuat Pangeran Diponegoro. Sejatinya Diponegoro ingin melakukan perlawanan pada Agustus 1825.

Namun provokasi yang dilakukan oleh Patih Danureja atas perintah Belanda, memasang patok-patok pembangunan rel kereta api tanpa mengindahkan batas tanah milik Diponegoro, membuat Diponegoro semakin murka dengan penjajah. Parahnya rencana pembangunan rel kereta api itu melintasi makam leluhur Pangeran Diponegoro.

“Hal inilah yang menjadi puncak kemarahan Pangeran Diponegoro, maka perlawanan yang menyebabkan perang pun meletus lebih awal," kata Rahadi Saptata Abra, Ketua Umum Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patra Padi), saat peringatan milad ke 237 Bandara Pangeran Harya (BPH) Diponegoro, Sabtu (12/11/2022) di Monumen Diponegoro (Mondip), nDalem Tegalrejo Yogyakarta.

"Sejak Hamengku Buwono I meninggal, umurnya 5 tahun kemudian pada saat umur 7 tahun diajak untuk tinggal di sini (Tegalrejo). Di sini dia saat diasuh oleh eyang buyutnya, panggilkan guru ngaji, kemudian juga diajarkan ilmu kanuragan, berkuda dan sebagainya," lanjut Abra.

Kepiawaian Pageran Diponegoro dalam menunggang kuda memang tidak bisa diragukan lagi. Pose heroik Pangeran Diponegoro saat memimpin pasukan bersama kudanya pernah divisualisasikan maestro Basuki Abdullah ke dalam lukisannya.

Kuda yang paling terkenal milik Pangeran Diponegoro adalah Kyai Gentayu. Kuda ini seluruh tubuhnya berwarna hitam dan keempat kakinya berwarna putih, dalam istilah Jawa dikenal sebagai Pancal Panggung, kuda ini seperti sudah memiliki hubungan batin dengan Pangeran Diponegoro.

Kisah heroik Kyai Gentayu menginspirasi Patra Padi untuk mengangkatnya ke sebuah pementasan Wayang Kulit. Maka pada peringatan milad kali ini, pementasan wayang kulit Diponegoro memilih lakon "Kyai Gentayu Manggala Wira" oleh dalang Ki Benyek Catur Kuncoro.

"Lakon Kyai Gentayu Manggala Wira menceritakan kisah pengorbanan kuda kesayangan Bandara Pangeran Harya (BPH) Diponegoro yang rela mati demi tuannya. Kyai Gentayu ini beberapa kali berjasa menyelamatkan Pangeran Diponegoro, jadi memang pementasan ini akan lebih menokohkan pada kudanya," papar Ki Dalang Catur Kuncoro.

Sementara Ketua Panitia peringatan milad BPH Diponegoro, Ir. R Masda Siwi Haryanto menambahkan, selain wayang kulit, Patra Padi juga akan menampilkan Beksan Diponegoro yang dipersembahkan oleh Pusat Olah Seni (POS) dan Bahasa Retno Aji Mataram, Yogyakarta.

Beksa (tari) Diponegoro mengambil cerita tentang BPH Diponegoro yang resah dengan sepak terjang Belanda yang semakin melewati batas. Hatinya terusik dan kemudian melakukan rembug dengan istrinya, R.Ay. Ratnaningsih, untuk mempersiapkan perang bilamana Belanda datang menyerang.

"R.Ay. Ratnaningsih pun mendukung sepenuh hati rencana dan perjuangan BPH Diponegoro, termasuk merelakan semua perhiasannya digunakan untuk biaya perang," kata dia.

BPH Diponegoro diperankan oleh RM. Widaru Krefianto, R.Ay. Ratnaningsih dan R.Aj. Sabina Siti Nurul Prestisari.

Peringatan milad BPH Diponegoro tahun ini diikuti oleh Trah Diponegoro dari Jabodetabek, Yogyakarta, Makassar, Ambon sampai dengan Papua.  (*)