Layar Anak di Panggung JAFF, Indonesiana.TV Dorong Ekosistem Kebudayaan
Banyak yang memaksakan sudut pandang orang dewasa, sehingga film kehilangan esensi ceritanya.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Di tengah minimnya film anak layar bioskop, Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2024 membawa angin segar melalui program Layar Anak Indonesia (LAI). Dengan dukungan penuh dari Indonesiana.TV, program ini menampilkan karya-karya kreator muda yang berfokus pada cerita anak-anak berbasis lokalitas Indonesia.
Keikutsertaan Indonesiana.TV dalam festival kali ini sekaligus menjadi bukti kongkret upaya pemerintah memperkuat ekosistem kebudayaan melalui media kreatif.
Film yang ditampilkan dalam Layar Anak Indonesia di antaranya Suraci karya Rakha Magelhaens, Ada Hantu di Menara Merdu karya Nanda Rahmadya, Silogui karya Jeri Oktaviandi, Cening Nepukin I Kawa karya Ayu Pamungkas serta Lintang dan Kunang-kunang karya Agni Tirta, menyoroti keberagaman budaya Indonesia. Film-film ini mengusung nilai-nilai lokal yang jarang terepresentasi dalam industri perfilman arus utama.
Indonesiana.TV, melalui Balai Media Kebudayaan, menggunakan panggung JAFF 2024 sebagai etalase memamerkan hasil program yang telah berjalan dua hingga tiga tahun terakhir. Program itu bukan hanya sekadar memproduksi karya audio-visual, tetapi juga memberikan apresiasi kepada para kreator yang berperan memperkaya konten budaya berbasis lokalitas.
Kurang menguntungkan
Direktur Balai Media Kebudayaan menjelaskan pentingnya menciptakan ruang bagi karya yang mungkin kurang menguntungkan dari sudut pandang ekonomi, tetapi memiliki nilai strategis untuk identitas bangsa.
“Industri sering kali mengabaikan konten berbasis budaya karena dianggap tidak menguntungkan secara finansial. Di sinilah peran pemerintah sebagai fasilitator, memastikan kreativitas berbasis kebudayaan tetap mendapatkan tempat yang layak,” ujarnya, Minggu (1/12/2024).
Dalam sesi wawancara setelah pemutaran film, para sutradara Layar Anak Indonesia mengungkapkan produksi film anak memiliki tantangan unik. Rakha Magelhaens, sutradara Suraci, menekankan pentingnya menggunakan sudut pandang anak dalam setiap cerita.
“Menggali perspektif anak-anak itu sulit. Banyak yang memaksakan sudut pandang orang dewasa, sehingga film kehilangan esensi ceritanya,” katanya.
Tantangan tersendiri
Selain itu, pendekatan yang digunakan dalam bekerja dengan anak-anak juga menjadi tantangan tersendiri.
“Kami harus menciptakan suasana kerja yang menyenangkan dan mematuhi aturan seperti batasan jam kerja. Anak-anak tidak bekerja secara profesional, sehingga pendekatan kami harus berbeda,” ujar Nanda Rahmadya, sutradara Ada Hantu di Menara Merdu.
Meski tantangan ini besar, para kreator sepakat bahwa film anak memiliki potensi yang tak kalah besar.
“Dengan energi dan imajinasi mereka, anak-anak membawa warna berbeda dalam setiap produksi. Tantangan itu justru menjadi bagian dari keunikan proses kreatif,” kata Agni Tirta, sutradara Lintang dan Kunang-kunang.
Dominasi horor
Minimnya film anak di layar bioskop menjadi alasan utama para kreator bergabung dalam program Layar Anak Indonesia. Industri film Indonesia saat ini masih didominasi film dewasa dan horor, sehingga ruang bagi cerita anak-anak sangat terbatas.
“Saat ini, program seperti Layar Anak Indonesia menjadi rumah bagi cerita-cerita yang relevan untuk anak-anak. Kami ingin menciptakan lebih banyak film yang mengangkat keberagaman budaya lokal,” kata Ayu Pamungkas, sutradara Cening Nepukin I Kawa.
Para kreator juga menyoroti pentingnya memahami dunia anak-anak masa kini yang berbeda dengan generasi sebelumnya.
“Kita harus merangkul apa yang mereka sukai, mengeksplorasi bahasa mereka, dan menyampaikan cerita yang sesuai dengan keseharian mereka,” tambahnya.
Ekosistem budaya
Keberadaan Indonesiana.TV pada JAFF 2024 menjadi bukti nyata bahwa pemerintah berkomitmen memperkuat ekosistem kebudayaan. Dengan mendukung karya yang fokus pada pengelolaan kekayaan budaya lokal, Indonesiana.TV memberikan ruang bagi kreator menciptakan Intellectual Property (IP) berbasis budaya.
Film anak dianggap sebagai investasi jangka panjang yang mampu membentuk karakter generasi muda. Para sutradara sepakat keberlanjutan ekosistem film anak sangat penting untuk memberikan ruang bagi anak-anak menemukan tokoh dan cerita yang relevan dengan dunia mereka.
“Lewat film, kami ingin menghidupkan kembali imajinasi anak-anak. Mereka harus melihat cerita yang mencerminkan dunia mereka, namun tetap memberikan inspirasi,” ujarnya.
Program Layar Anak Indonesia di JAFF 2024 bukan hanya sekadar ruang apresiasi bagi film anak, tetapi juga awal dari kebangkitan cerita anak-anak di industri perfilman nasional. Dengan dukungan Indonesiana.TV, panggung ini menjadi momentum penting menghidupkan kembali cerita berbasis budaya lokal yang relevan dan menginspirasi. (*)