Langgar Jimat di Desa Kalisalak Banyumas Menyimpan Tombak Peninggalan Amangkurat 1
Pengunjung tidak boleh minta ini-itu atau minta aneh-aneh jika ke Langgar Jimat.
KORANBERNAS.ID, BANYUMAS -- Desa Kalisalak Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas selama ini dikenal sebagai desa wisata dan desa adat. Yang menarik, di desa ini terdapat Langgar Jimat, tepatnya berada di wilayah RT 3/RW 6.
Pada setiap tanggal 12, bulan Mulud, berdasarkan perhitungan tahun Jawa, Langgar Jimat selalu ramai dipadati ribuan pengunjung, karena ada tradisi Jamasan Jimat atau pencucian jimat Kalisalak, sebuah ritual warisan nenek moyang masyarakat Banyumas dari tahun ke tahun. Pada tahun 2024, Jamasan Jimat Kalisalak akan dilaksanakan Selasa 17 September 2024.
“Kami melestarikan tradisi Jamasan Jimat Kalisalak, karena ini warisan nenek moyang kami. Setiap tahun sekali, kami selalu rutin menggelar Jamasan Jimat Kalisalak,” ujar Samilin Agus Setiono (63), juru kunci Langgar Jimat saat menerima Tim Blusuker dari Unsoed di lokasi langgar Jimat di Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen Kabupaten Banyumas, Sabtu (31/8/2024).
Ikut dalam kunjungan itu dosen dan pakar pemberdayaan masyarakat Unsoed Prof Dr Adhi Iman Sulaiman SIP MSi, pakar pariwisata yang juga dosen Fisip Unsoed Drs Chusmeru M Si beserta anggota tim mahasiswa FISIP Unsoed dan Pascasarjana Unsoed.
Salah satu koleksi di langgar jimat, berupa tombak peninggalan Amangkurat 1. (prasetiyo/koranbernas.id)
Langgar Jimat berada di halaman rumah warga, tidak jauh dari rumah Samilin. Ukuran Langgar Jimat 3,5 meter X 3,5 meter, bangunannya berbentuk mirip langgar atau surau yang pada bagian luarnya diselimuti kain putih. Di depan Langgar Jimat, ada halaman yang cukup luas untuk menampung pengunjung, maupun parkir kendaraan.
Samilin menjelaskan, pengunjung Jamasan Jimat Kalisalak meyakini jika datang ke sini akan mendapatkan berkah. “Yang jelas, pengunjung tidak boleh minta ini itu atau minta yang aneh-aneh jika ke Langgar Jimat. Dilandasi niat tulus dan ikhlas, kita akan mendapatkan keberkahan setelah berkunjung ke sini,” ujar Samilin yang sudah lama menjadi juru kunci.
Sambil menunjukkan selembar kertas berwarna hijau yang sudah kusam, Samilin menyatakan di dalam kertas ini tercantum catatan keadaan benda-benda bersejarah peninggalan Prabu Amangkurat Agung atau Amangkurat 1. Yakni ada 173 koleksi, di antaranya tombak, keris, cakra, kepingan uang jaman Belanda dan China, cemeti, naskah kuno dari daun lontar, cincin, wungkal atau pengasah pisau.
Menurut Samilin, jimat atau pusaka yang tersimpan di Langgar Jimat diyakini sebagai benda-benda Sunan Amangkurat I, raja Mataram yang bertahta pada tahun 1646-1677.
Juru kunci langgar jimat, Samilin Agus Setiono (63), nomor dua dari kirim bersama Tim Blusuker Unsoed Purwokerto. (istimewa)
Diceritakan, Amangkurat I adalah anak dari Sultan Agung Hanyokrokusumo dan Raden Ayu Wetan (Kanjeng Ratu Kulon), seorang keturunan Ki Juru Martani yang merupakan saudara dari Ki Ageng Pemanahan.
Sosok yang memiliki nama kecil Mas Sayidin, yang ketika menjadi putra mahkota diganti dengan gelar Pangeran Arya Mataram atau Pangeran Ario Prabu Adi Mataram tersebut, berusaha keras mempertahankan wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram. Namun dalam perjalanan waktu, terus-menerus terjadi pemberontakan.
Sampai akhirnya Amangkurat I melakukan perjalanan bersama pasukannya ke arah barat. Dan raja Mataram ini sempat singgah di Kalisalak saat menuju Batavia (Jakarta) untuk meminta bantuan VOC, lantaran dikejar pasukan Trunojoyo yang memberontak sekitar tahun 1676-1677.
Saat hendak melanjutkan perjalanannya menuju Batavia, Amangkurat I meninggalkan sejumlah benda atau barang pusaka untuk meringankan beban, yang kini tersimpan di Langgar Jimat.
Desa adat
Dari Pemerintah Desa Kalisalak diperoleh keterangan, Desa Kalisalak saat ini dikenal sebagai desa wisata dan desa adat. Disebut desa wisata, karena di desa yang berjarak kurang lebih 20 kilometer dari Kota Purwokerto ini terdapat sejumlah obyek wisata. Yakni Curug Song, Bukit Mbulu, Watu Gede, Telaga Anteng dan belakangan ada adventure dan outbound serta wisata kuliner.
Sedangkan disebut desa adat karena di desa ini terdapat tradisi atau adat pencucian jimat Kalisalak, yang setiap tahun sekali selalu ramai dihadiri pengunjung, tidak hanya dari Desa Kalisalak dan sekitarnya, juga dari berbagai daerah, seperti Jogja, Solo, Semarang.
Di desa ini pula, terdapat makam yang dikeramatkan, yakni Makam Mbah Agung Karang Banar. Mbah Agung Karang Banar merupakan salah seorang tokoh Islam yang dihormati dan disegani oleh masyarakat Desa Kalisalak.
Hal yang unik dari makam tersebut yaitu terdapat banyak monyet, baik di pelataran maupun di area dalam makam sehingga membuatnya tampak seperti penjaga makam. Berada di atas perbukitan, makam ini dikelilingi rimbunnya pepohonan yang berusia puluhan tahun.
Selalu ramai
Pada hari Sabtu dan Minggu, makam ini selalu ramai dikunjungi wisatawan dari wilayah Banyumas dan sekitarnya. Untuk menuju ke makam itu, meskipun jalanan naik turun bukit, namun sudah diaspal mulus.
Dihubungi terpisah, pakar pemberdayaan Unsoed Prof Dr Adhi Iman Sulaiman SIP M Si, mengemukakan penting dan strategisnya melaksanakan pemberdayaan masyarakat secara berkesinambungan dengan kolaborasi akademisi, pemerintah daerah serta penggiat pembangunan untuk mengembangkan potensi Desa Kalisalak sebagai desa wisata budaya, religi dan alam.
“Upaya pengembangan dan pelestarian, dengan tetap mengedepankan kearifan lokal, akan menjadikan Desa Kalisalak menjadi eduwisata atau wisata pendidikan yang maju,” ujarnya.
Prof Adhi Iman juga mengemukakan, perlunya memberikan literasi bagi masyarakat dalam meneruskan nilai-nilai spirit perjuangan melawan penjajahan dan moralitas yang menjunjung tinggi niat baik, ketulusan serta persatuan (solidaritas) sebagai modal sosial dalam pembangunan.
Ekowisata
Dampak selanjutnya, lanjut dia, dengan memaksimalkan potensi alam yang ada, Desa Kalisalak dapat dikembangkan sebagai ekowisata. Sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan khususnya bagi generasi muda, berkembangnya produk khas seperti kuliner, produk kecap khas Kalisalak, gula aren dan gula kelapa kualitas ekspor. Akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara keseluruhan.
Senada dengan Prof Adhi Iman, pakar pariwisata yang juga dosen FISIP Unsoed Drs Chusmeru M Si menyatakan perlunya dukungan khususnya dari pemerintah daerah dan pemerintah desa yang memiliki kebijakan untuk mendukung pelestarian serta pengembangan desa wisata budaya dan religi.
“Bukan hanya event tahunan seperti Jamasan Jimat Kalisalak, namun perlu diagendakan kunjungan bagi kegiatan Eduwisata, khususnya bagi pelajar untuk memaknai serta melestarikan sejarah, kearifan lokal dan heritage atau warisan leluhur,” ujarnya.
Lebih dari itu, lanjut Chusmeru, potensi alam dan produk ekonomi dapat juga dikembangkan menjadi sumber pendapatan bagi warga masyarakat.
“Kajian dan seminar sejarah budaya dan religi juga perlu dilaksanakan di kalangan akademisi, pemerhati budaya dan tokoh masyarakat dengan melibatkan pihak keraton Mataram,” sarannya. (*)