Ketua APTISI : Alokasi APBN untuk Pendidikan Tinggi Masih Minim

Ketua APTISI : Alokasi APBN untuk Pendidikan Tinggi Masih Minim

KORANBERNAS.ID, JAKARTA—Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Dr Ir Budi Djatmiko mengakui, alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama ini masih sangat minim. Prosentase anggaran yang hanya 20 persen atau sekitar Rp 98 triliun, masih jauh dari kebutuhan, mengingat jumlah perguruan tinggi yang sangat banyak.

“Indonesia tahun 2030 akan menjadi negara ke tujuh yang memiliki kekuatan dahsyat dan menjadi negara ke empat di dunia dengan perekonomian yang terkuat, saya termasuk yang percaya. Dengan catatan kita bisa keluar dari persoalan pandemi dan tantangan era industri 4.0, khususnya kalau dikaitkan dengan upaya kita membenahi sektor pendidikan kita. Kita harus bisa menciptakan pendidikan yang berkualitas, dengan investasi yang memadai di teknologi dan kualitas guru, yang menjadi kunci ke arah kemajuan. Tapi melihat alokasi anggaran APBN saya kira masih sangat kecil. 20 persen dari APBN, itu saja riilnya nanti hanya sekitar 10 persen dari 98 triliun rupiah. Padahal PTS kita saja 4 ribuan,” kata Budi dalam sesi Webinar bertema The Future of Higher Education 2021 and Beyond”, Selasa (30/3/2021). Webinar diselenggarakan kerja sama antara APTISI, Nelnet International, KADIN Indonesia dan Australia Business Council (IABC).

Budi mengemukakan, investasi yang serius untuk sektor pendidikan menjadi hal yang perlu mejadi prioritas saat ini. Pandemi Covid-19 saat ini menyebabkan dampak yang luar biasabagi Indonesia di semua lini, termasuk sektor pendidikan. Kondisi ini semakin terasa memberatkan bagi dunia pendidikan, khususnya di sekto pendidikan tinggi swasta, yang sejak 5-6 tahun terakhir surut. Jumlah mahasiswa terus mengalami penurunan.

“Saya kira semua harus berbenah. Pengelola lembaga pendidikan termasuk lembaga pendidikan tinggi harus memanage betul sekolah atau kampus mereka. Investasinya perlu diarahkan untuk memperkuat teknologi pembelajaran agar kita bisa berlari dari sistem pembelajaran manual seperti selama ini menjadi sistem digital. Pendidikan tinggi yang selama ini berbasis “tembok”, menjadi berbasis “awan”, serta meng up grade para pengajar. Kalau perlu jumlah PTS tidak usah terlalu banyak. Merger mungkin bisa menjadi opsi untuk bersama-sama memperkuat pondasi. Kita musti siap, kalau tidak justru sebaliknya lembaga pendidikan tinggi dari luar yang akan menyerbu ke kita,” katanya.

Pendiri dan Chairman President University dan Jababeka Group, Dr SD Darmono mengingatkan, di tengah perkembangan yang terjadi saat ini, pembangunan sumber daya manusia menjadi kata kunci yang tetap harus diprioritaskan. Darmono mengungkapkan, dalam pembangunan sumber daya manusia melalui sektor pendidikan, idealnya tetap menekankan pada hal-hal prinsip yang sedari dulu tetap up to date. Yakni menyangkut penguasaan bahasa, penguasaan sarana kerja atau teknologi serta pemahaman dalam hal keuangan.

“Namun lebih mendasar lagi dari aspek-aspek ini, dan saya yakin juga tetap menjadi pegangan adalah pembangunan karakter yakni menyangkut akhlak dan moral. Itu tidak bisa ditawar. Jadi lembaga pendidikan dari semua jenjang, harus mengedepankan aspek-aspek ini,” katanya.

Deputi Menko Perekonomian Rizal Affandi Lukman mengatakan, pemerintah menyadari penuh pentingnya penerapan teknologi dalam pengembangan sektor pendidikan ke depan. Pemerintah mendorong penerapan teknologi di lembaga-lembaga pendidikan termasuk pendidikan tinggi dengan mengalokasikan anggaran khusus melalui kementerian terkait.

Guna mendukung pengembangan sektor pendidikan di banyak negara di seluruh dunia inilah, Nelnet USA, meluncurkan Forum International Pemimpin Pendidikan di Indonesia. Forum ini kata De Anne Wenger selaku President Nelnet USA, mempertemukan para pemikir, pembuat kebijakan, pelanggan, mitra, serta praktisi dari seluruh dunia untuk membantu memecahkan beberapa tantangan pendidikan terpenting di zaman sekarang ini.

“Kami senang dapat bekerjasama dengan mitra-mitra termasuk Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) dan Indonesia Australia Business Council/IABC. Ini langkah untuk , karena menyatukan dunia praktik terbaik untuk kepentingan semua,” kata Anne melalui siaran persnya.

Nelnet Business Services, kata Anne sudah bermitra dengan lebih dari 11.000 sekolah K-12 dan 1.200 lembaga pendidikan tinggi di seluruh dunia untuk membantu mereka menanamkan praktik terbaik dalam organisasi mereka. Sebagai bagian dari divisi itu, pengalaman Nelnet International membantu organisasi menavigasi tantangan tahun 2020, untuk memberdayakan sekolah dan institusi pendidikan tinggi Indonesia agar menjadi pemimpin internasional dalam berinovasi dan beradaptasi dengan pembelajaran online.(*)