Kelompok Disabilitas dan Masyarakat Bersatu Hadapi Krisis Iklim

Belakangan kita mengeluh tentang anomali cuaca yang nggak menentu.

Kelompok Disabilitas dan Masyarakat Bersatu Hadapi Krisis Iklim
Diskusi aktivis perempuan, kelompok disabilitas dan masyarakat di DIY. (muhammad zukhronnee muslim/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Menghadapi tantangan krisis iklim, aktivis perempuan, kelompok disabilitas dan masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta bersatu dalam sebuah forum diskusi yang menarik perhatian.

Forum Kolaborasi & Perencanaan Aksi Antisipatif-Kolaboratis Berbasis Masyarakat untuk Penanganan Krisis Iklim yang diselenggarakan oleh PKBI DIY, Ford Foundation dan Ditjen Bina Pembangunan Daerah menjadi panggung bagi kolaborasi yang inklusif ini.

Diskusi tersebut mengangkat peran perempuan dan disabilitas dalam menghadapi perubahan iklim, menjadi inspirasi bagi langkah-langkah antisipatif.

Dr Dra Erliani Budi Lestari MSi selaku Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III, Kamis (20/12/2023), menyatakan penghargaannya terhadap program tersebut sebagai potensi pilot project untuk provinsi lain di Indonesia.

Sedangkan Kurniawan Adi Saputro Ph D sebagai peneliti PKBI DIY menyoroti dampak multikrisis krisis iklim pada kesehatan masyarakat dan permukiman penduduk.

ARTIKEL LAINNYA: Ada Museum Horor di Malioboro, Siap Menguji Nyali Wisatawan di Liburan Akhir Tahun

"Belakangan kita mengeluh tentang anomali cuaca yang nggak menentu ini. Perlu menekankan urgensi dan respons cepat," kata dia.

Perwakilan Bappeda DIY, Chandra Budi Santoso SIP MPA, mengajak untuk melihat risiko bencana yang semakin tinggi di Yogyakarta, termasuk banjir, kekeringan dan erupsi Merapi. Fokusnya pada aksi antisipatif melalui legislasi, kelembagaan dan pendanaan.

Dari forum ini tercipta ruang kolaborasi yang unik melibatkan aktivis perempuan, media, perwakilan lima kalurahan di DIY, Badan Penanggulangan Bencana Daerah se-DIY, Organisasi Disabilitas dan beberapa Organisasi Pemerintah Daerah mitra PKBI DIY.

Bersama-sama, mereka merumuskan gagasan aksi bersama/kolaborasi untuk penanganan krisis iklim yang tidak hanya efektif tetapi juga inklusif dan berbasis masyarakat. (*)