Ed Custom Helmet, Skuteris yang Pintar Membaca Peluang

Ed Custom Helmet, Skuteris yang Pintar Membaca Peluang

KORANBERNAS.ID,YOGYAKARTA -- Penggemar motor kustom tentu tidak lepas dari atribut yang juga  dikustom. Salah satunya helm atau pelindung kepala yang wajib dibuat dengan sentuhan artistik atau kustomisasi.

Namun bagi penggemar helm kustom di Yogyakarta, apalagi medio Tahun 2000-an bukan perkara yang mudah untuk mendapatkan helm yang unik dan sesuai dengan keinginan mereka. Pada masa tersebut tak banyak kustomisasi helm di kota ini.

Apalagi E-commerce pun belum sebanyak seperti saat ini. Hanya sedikit lapak penjual atribut motor lokal yang menjual produk helm kustom. Akhirnya banyak konsumen yang memilih membeli barang dari luar negeri.

Namun hal ini tak membuat orang-orang kreatif kehabisan akal untuk membuat sendiri barang atau atribut pendukung penggemar motor beroda dua tersebut. Salah satunya adalah Endito Setia Trisnawan, pemilik brand Ed Custom Helmet yang tinggal di Pogung, Sleman, Yogyakarta.

"Dulu waktu booming-boomingnya vespa classic itu identik dengan dengan helm-helm vintage. Waktu itu di Jogja tidak banyak yang custom dan di Jogja juga material bahan itu agak susah didapat," ceritanya kepada koranbernas.id saat ditemui di rumahnya, Senin (31/1/2022).

Menurut Endito, belum banyak material yang berkualitas saat itu. Karenanya dia kepikiran untuk membuat sendiri. Sebagai skuteris, penggemar motor custom dan senang touring, Endito membaca peluang bisnis ini.

"Kenapa kok nggak bikin yang bagus sekalian seperti di kota lain misalnya Jakarta atau Bandung. Jogja punya komunitas motor yang banyak dan unik, gathering dan beragam acara festival berskala nasional pun setiap tahun diselenggarakan, tapi yang khusus menekuni pembuatan kustomisasi helm gak banyak," katanya.

Kustomisasi pelindung kepala ini ternyata tidak melulu demi mempercantik penampilan, segi keamanan adalah salah satu hal yang paling penting untuk diketahui pembuat helm kustom. Ada teknik perhitungan desain dan pemilihan bahan yang harus tepat.

"Beberapa pengguna pernah memberi testimoni usai kecelakaan dengan mengirim foto sambil mengatakan selamat berkat helm buatan saya. Ya saya jawab, Mas selamat itu karena Gusti Allah lho," kata Endet tertawa.

Sejak kuliah, Endito atau Endet (panggilan akrabnya di brotherhood skuter-red) mulai mengkustomisasi pelindung kepala ini. Baginya touring mingguan merupakan kesempatan untuk menawarkan kepiawaiannya meng-kustom helm.

"Waktu itu belum mulai membuat, hanya servis dan repaint custom. Helm-helm yang dikerjakan pun kebanyakan mereka bawa sendiri. Sementara untuk dijual, saya hunting ke pasar-pasar loak," lanjutnya.

Booming helm retro dari Jepang dan negeri jiran Malaysia meramaikan pasar Indonesia. Tren ini juga mempengaruhi kreatifitas Endet, helm custom dan original miliknya mulai ramai diperbincangkan dari mulut ke mulut.

Pernah pada suatu ketika acara gathering vespa di Jatinom, Endet menjual puluhan helm. Padahal acara ini dilaksanakan di tengah Desa yang bisa dikatakan jauh dari jalan utama. "Di hari terakhir saya sampai pulang tengah malam untuk mengambil stok," imbuhnya.

Berawal 2016 mengkustomisasi helm teman kuliah, pada 2018 Ed Custom Helmet mulai memproduksi sendiri. Tiga varian helm diluncurkannya ke pasar. Rhino, Butho dan Moody namanya. Ketiga karya original ini pun menyasar kalangan yang beragam dengan harga mulai dari Rp500 ribu hingga Rp1.8 juta.

"Harga ini bervariasi, karena ada pembeli yang benar-benar ingin desain dan warnanya unik. Tingkat kesulitan dan teknik nanti mempengaruhi harga," terangnya.

Seiring ramainya pengguna Instagram di Indonesia jualannya pun semakin mudah. Beberapa artis seperti Cella gitaris grup band Kotak, Vega Antares gitaris Mahadewa pernah beberapa kali memesan produknya. Beberapa item bahkan telah dikirim ke luar negeri seperti Singapore, Malaysia hingga Australia.

"Cuman kalau kirim barang ke Australia itu, ongkirnya bisa lebih mahal daripada harga barangnya," kelakar Endito.

Pandemi merubah banyak hal, termasuk pasar helm custom milik Endet. Dua tahun festival-festival besar absen. Tahun-tahun yang berat pula buatnya. "Jika sebelumnya dalam sebulan bisa melepas 80 item dan hingga ratusan item saat festival, kini menuju 20 saja gak pernah," keluhnya.

Namun pada 2022 ini, Endito bersama tim kreatifnya mulai ancang-ancang untuk mempersiapkan beberapa produk untuk lapak baru. "Semoga pandemi udah gak seperti kemarin-kemarin," tutupnya.(*)