DPRD Purworejo Panggil Direktur RSUD Tjitrowardojo

DPRD Purworejo Panggil Direktur RSUD Tjitrowardojo

KORANBERNAS.ID, PURWOREJO -- Komisi IV DPRD Purworejo, Kamis (27/1/2022), memanggil jajaran direksi RSUD Tjitrowardojo Purworejo untuk dimintai keterangan terkait kronologis penanganan ibu hamil (bumil), Sri Wasiati (39), warga Desa Mlaran Kecamatan Gebang. Janin berusia delapan bulan meninggal di dalam kandungannya.

Pada pertemuan yang dipimpin M Abdullah selaku Wakil Ketua Komisi IV DPRD Purworejo kali ini, Direktur RSUD Tjitrowardojo Purworejo, Kuswantoro, datang memenuhi panggilan dewan,  berikut jajaran direksi serta Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo, dr Sudarmi.

"Pertemuan ini intinya kami ingin tahu seperti apa kronologis penanganan pasien dari pihak RSUD Tjitrowardojo," ucap Abdullah.

Berdasarkan keterangan dari pihak rumah sakit, dewan menyimpulkan ada indikasi miskomunikasi antara pihak rumah sakit dengan pasien berikut keluarganya. Itulah yang menyebabkan terjadi kesalahpahaman.

"Penempatan pasien di ruang isolasi itu secara awam diartikan pasien di-covid-kan, informasi itu yang menyebar luas ke masyarakat Mlaran. Mereka kemudian mendatangi rumah sakit melakukan aksi protes," katanya.

Berdasarkan pengakuan Direktur RSUD Tjitrowardojo, sambung Abdullah, saat ini justru pasien (Sri Wasiati) mengaku menyesal atas peristiwa yang terjadi, bahkan meminta maaf secara lisan atas sikapnya dan sebagian warga yang sempat datang ke RSUD Tjitrowardojo.

Meski begitu, Komisi IV akan tetap melakukan kroscek, meminta keterangan pasien dan keluarga serta Pemdes Mlaran. "Pak Direktur kan sudah bilang, katanya pasien justru meminta maaf, kami akan tanyakan ke pasien dan keluarga, kalau itu benar berarti alhamdulilah masalah selesai, namun kalau keterangan itu berbeda maka harus segera diurai," ucapnya.

Dijelaskan, berdasarkan keterangan pihak rumah sakit, standar pelayanan rumah sakit selama pandemi tidak mengharuskan semua pasien masuk ruang isolasi, melainkan pasien dengan suspect tetap harus melalui proses screening terlebih dahulu.

Dalam kasus ini, berdasarkan rekomendasi dari bidan desa, pasien atas nama Sri Wasiati yang mengandung delapan bulan belum dinyatakan positif Covid-19. Namun terindikasi memiliki gejala klinis yang kemudian pihak RSUD Tjitrowardojo memutuskan yang bersangkutan masuk ruang isolasi dan melalui screening.

"Memang belum positif hanya terindikasi, hasil PCR juga belum keluar, tetapi gejala klinis memenuhi syarat bagi pasien untuk ditempatkan di ruang isolasi. Nah itu yang titik miskomunikasi-nya, masyarakat awam tahunya ketika masuk isolasi maka positif Covid-19," jelasnya.

Menurut Abdullah, RSUD Tjitrowardojo harus menyampaikan informasi seluas-luasnya tentang standar penanganan di rumah sakit. Ini penting supaya masyarakat tidak bingung dan paham, dengan begitu potensi kesalahpahaman tidak terulang kembali.

"Mungkin sosialisasi ini yang belum maksimal, sehingga masyarakat belum paham, harus lebih jelas dalam memberikan informasi," harapnya.

Terkait arogansi yang dirasakan keluarga pasien, pihak rumah sakit tidak membahas soal itu, namun dari keterangan sebelumnya terkait kode etik pelayanan, pihak rumah sakit siap untuk menjadi lebih baik.

"Ini baru keterangan dari rumah sakit, kami tetap butuh keterangan langsung dari pasien dan keluarga, hari ini khusus kami minta keterangan dari rumah sakit. Kroscek kepada pasien dan keluarga kami agendakan secepatnya," ucapnya.

Direktur RSUD Tjitrowardojo, Kuswantoro, memilih irit berkomentar. "Nggak ada keterangan lain, masih sama seperti kemarin, ya sama seperti kemarin, kami hanya memenuhi undangan dari Komisi IV," ucapnya.

Kepada wartawan Kepala Dinkes Kabupaten Purworejo dr Sudarmi juga tidak bersedia memberikan keterangan.

Seperti diberitakan, pada  Minggu (23/1/2022) puluhan warga Desa Mlaran Kecamatan Gebang menggeruduk rumah sakit rujukan pasien positif Covid-19.

Warga meminta penjelasan pihak rumah sakit terkait meninggalnya janin yang berada di dalam kandungan pasien Sri Wasiati.

Warga menyatakan pihak rumah sakit berusaha mengcovidkan pasien. Selain itu, warga juga tidak terima dengan perkataan kasar yang dilakukan tenaga kesehatan (nakes) yang bertugas di UGD.

Ahmad Afandi (41) suami dari pasien Sri Wasiati kepada koranbernas.id, Minggu (23/1/2022), mengatakan pihaknya keberatan istrinya menyandang status pasien positif Covid-19.

"Kalau istri saya di-covid-kan saya tidak mau rumah akan dipasangi plang bertuliskan pasien Covid-19. Akibat dari itu kami akan dihindari oleh warga," jelasnya. (*)