DIY Usulkan 1 Maret jadi Hari Penegakan Kedaulatan Negara

DIY Usulkan 1 Maret jadi Hari Penegakan Kedaulatan Negara

KORANBERNAS.ID,YOGYAKARTA -- Pemda DIY mengusulkan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 diabadikan sebagai hari besar nasional Penegakan Kedaulatan Rakyat. Usulan disampaikan Pemda ke Presiden RI melalui Surat Nomor 934/14984.

"Setiap tahun kita peringati 1 maret. Namun dalam perkembangannya tidak hanya pelaku [tim pengusul], panitia namun juga masyarakat akhirnya berharap 1 maret jadi hari besar nasional, sehingga aspirasi itu kita tindak lanjuti," papar Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X usai bertemu Menteri Dalam Negeri (mendagri), Tito Karnavian di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (1/11/2021).

Serangan Umum tersebut tidak hanya merupakan peristiwa lokal namun nasional. Bahkan membuka mata dunia international akan kemerdekaan RI. PBB akhirnya mendesak Belanda melakukan perundingan Meja Bundar dan meminta mereka angkat kaki dari Indonesia.

Peristiwa tersebut juga berperan penting dalam menunjukkan keberadaan Indonesia ke mata dunia Internasional di tengah gempuran Agresi Militer Belanda. Tentara Nasional Indonesia telah berhasil mengalahkan tentara Belanda di Yogyakarta sebagai ibukota negara meski hanya dalam waktu enam jam.

Namun peristiwa ini merupakan wujud nyata dari semangat persatuan bangsa Indonesia untuk menegakkan kembali kedaulatan negara pasca diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. Apalagi selama kurun waktu empat tahun pasca proklamasi, Belanda masih terus melanggar perjanjian dan kedaulatan Negara Republik Indonesia.

Pelanggaran dilakukan terhadap Perjanjian Linggar Jati yang telah dilaksanakan pada 15 November 1946 dengan adanya Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947. Selain itu Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948.

"Serangan umum 1 Maret 1949 merupakan sebuah langkah dan strategi yang bertujuan untuk menunjukkan eksistensi atas kedaulatan RI. Karenanya hari ini kita membahas pengajuan 1 maret bisa jadi hari besar nasional," paparnya.

Sementara Tito mengungkapkan, Kemendagri mendukung usulan tersebut. Bahkan sudah melakukan kajian internal untuk mempelajari usulan yang pertama kali disampaikan pada 2018 lalu.

"Peristiwa [serangan umum] itu tidak semua paham karena adanya gelombang revolusi industri 4.0 dan demokratisasi. Kita takut nanti kita lupa kembali ke sejarah padahal sejarah jadi dasar untuk mendirikan negara. Kemerdekaan kita bukan diberikan tapi merupakan perjuangan di pusat gravitasi," ungkapnya.

Tito meminta Pemda bisa menyelesaikan naskah akademik dari hasil kajian usulan tersebut. Naskah akademik tersebut bisa disampaikan kepada Kementerian Sekretaris Negara.

"Nanti [naskah akademik] bisa disampaikan ke mensesneg kepada bapak presiden," jelasnya.(*)