Catatan Sejarah Kiai Ini Menyentuh Hati

Catatan Sejarah Kiai Ini Menyentuh Hati

KORANBERNAS.ID – Sejarawan dan budayawan yang juga Ketua Dewan Syuro Takmir Masjid Jogokariyan Yogyakarta, Kiai Haji M Jazir ASP, banyak memiliki catatan sejarah mengenai kemerdekaan Indonesia.

Ketika hal itu dia sampaikan pada acara Pembekalan Anggota Fraksi PKS se-DIY Implementasi Nasionalisme dan Cinta NKRI bagi Pejabat Publik, Senin (26/8/2019), di Kantor DPW PKS DIY Jalan Gambiran Yogyakarta, cerita-cerita yang jarang terungkap di publik tersebut terasa sangat menyentuh hati.

Dengan gaya bicara yang runtut dan mudah dipahami, Kiai Jazir memperoleh aplaus dari peserta pembekalan, terutama tatkala mengupas fakta-fakta sejarah mengenai seluk beluk DIY mengasuh NKRI ketika ibukota pindah dari Jakarta ke Yogyakarta.

Selain diselingi humor, cerita yang dia paparkan pun terasa mengena di hati para pengambil kebijakan itu, misalnya mengenai kembalinya Panglima Soedirman dari perang gerilya.

Dia menyampaikan, Soedirman sempat ragu jangan-jangan ini siasat Belanda seperti halnya ketika bersiasat menangkap Pangeran Diponegoro.

Setelah yakin, Soedirman turun dari Gunungkidul, sepanjang perjalanan mulai dari daerah Patuk sampai Yogyakarta disambut ribuan warga.

Didampingi Kasiter Korem 072/Pamungkas Kolonel Inf Hari Santosa S Sos mewakili Danrem 072 Pamungkas Brigadir Jenderal TNI Muhammad Zamroni, lebih jauh Jazir menyampaikan peran Yogyakarta bagi NKRI sangat besar.

Dia juga membeberkan sejumlah catatan mengenai serangan enam jam di Yogyakarta, peran dari sejumlah tokoh sentral lainnya seperti Letkol Soeharto, Bung Karno, sosok prajurit Komarudin, maupun kisah-kisah kecil tapi menggeliutik di balik peristiwa besar tersebut.

M Darul Falah dan Agus Sumartono menyampaikan keterangan pers. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Sebagai penutup, Jazir menyemangati peserta dengan memberikan jargon untuk PKS yaitu kami muda, kami Indonesia dan kami masa depan Indonesia.

Pengurus DPW PKS DIY, Agus Sumartono, yang memandu acara itu menyampaikan peserta bisa mengambil banyak pelajaran dan hikmah dari paparan narasumber.

“Acara ini untuk memperkuat pemahaman nasionalisme dan cinta NKRI kepada anggota Fraksi PKS DPRD DIY, FPKS DPRD Kabupaten/Kota serta pengurus DPW/DPD PKS se-DIY,” kata Agus.

Selain itu, juga dimaksudkan untuk memperluas pemahaman tentang tantangan masa depan Indonesia dari sudut Ipoleksosbud Hankam.

“Pembekalan ini untuk implementasi nasionalisme dan cinta negeri kepada seluruh anggota Fraksi PKS dan pengurus inti PKS se-DIY,” kata dia.

Dengan meneladani sikap nasionalisme dan kenegarawan para ulama, trokoh Islam serta tokoh politik pendiri bangsa, sharing gagasan kebijakan perlu dilakukan di tingkat daerah, sekaligus sebagai upaya membangun Indonesia yang lebih maju dan berkeadilan.

Ketua DPW PKS DIY M Darul Falah menegaskan momentum pembekalan anggota dewan kali ini memang sengaja disamakan dengan perayaan HUT ke-74 RI.

“Kita ingin memberikan pembekalan kepada anggota dewan sebagai wujud implementasi terkait peran anggota dewan ke depan,” ujarnya.

Dia  memastikan anggota dewan dari PKS tak perlu diragukan lagi nasionalismenya.

“Isu tentang nasionalisme sering menjadi jargon  dan  jualan,  dalam tanda petik, oleh para politisi. Kita hari ini mengingatkan para anggota dewan ini bahwa kita punya tanggung jawab yang besar,” ujarnya dalam konferensi pers usai acara.

Peserta pembekalan foto bersama usai mengikuti acara. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Deklarasi

Dalam kesempatan itu pengurus dan anggota legislatif PKS se-DIY melaksanakan Deklarasi Perjuangan Kerakyatan dan Kebangsaan yang terdiri dari lima agenda.

Pertama, memperjuangkan nilai ketuhanan, kemanusiaan dan persatuan dengan membangun sinergi bersama TNI, Polri, Ulama, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Orpol, Ormas dan seluruh elemen bangsa.

Kedua, berjuang memajukan kesejateraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memperkuat anggaran pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial dan sarana prasarana kehidupan masyarakat.

Ketiga, memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan pembangunan yang merata hingga pelosok DIY.

Keempat, Memperjuangkan Kedaulatan Indonesia dengan menjaga sumber daya alam di daerah dari penguasaan asing dan mengolahnya untuk kesejahteraan rakyat

kelima, berjuang memandirikan masyarakat dengan memperkuat ekonomi kerakyatan.

Menurut Darul Falah, deklarasi ini dilandasi kondisi Indonesia saat ini yang semakin rentan perpecahan antarsuku, ras dan agama akibat praktik politik pragmatis yang lebih menonjolkan kepentingan pribadi dan golongan dibandingkan kepentingan rakyat, bangsa dan negara.

Menurut dia, tantangan Bangsa Indonesia di masa depan akan semakin besar baik secara ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam termasuk di dalamnya adanya ancaman Perang Proxy oleh negara lain yang bertujuan menguasai sumber daya alam dan ekonomi Indonesia.

“Perlu upaya serius setiap komponen bangsa untuk ikut terlibat dalam menjaga persatuan dan memajukan bangsa dengan berlandaskan nilai-nilai Pancasila dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tandasnya.

Dia menyampaikan, pada Pemilu 2019, PKS mendapatkan kenaikan suara cukup signifikan. Kepercayaan masyarakat ini harus dijawab dengan kinerja nyata dan sikap berpihak kepada kepentingan rakyat dan kepentingan bangsa.

“Perjuangan ini tidak mudah di tengah polarisasi tajam yang muncul di tengah masyarakat dalam lima tahun terakhir, seakan-akan ada pembelahan antara kelompok Islam dan kelompok nasionalis,” ungkapnya.

Idiom yang beredar melalui sosial media saling menyerang antarkubu seperti intoleran, antek China, Islam Radikal. Suasana ini semakin tidak mudah mengingat di berbagai negara meningkat gerakan ultranasioalis, sebagai wujud fasisme baru.

Aku seorang Nasionalis Sejati!, NKRI Harga Mati! adalah jargon yang mudah diucapkan tetapi tidak sederhana untuk dilakukan.

Pejabat publik dan politisi menjadikan jargon nasionalisme dan cinta negeri sebagai bahan kampanye, tetapi dalam membuat kebijakan tidak tampak semangat tersebut dan lebih terlihat mementingkan urusan pribadi dan kelompoknya.

Banyaknya kasus korupsi, suap, kebijakan impor produk asing yang merugikan petani dan peternak lokal menjadi refleksi bahwa sikap Cinta Tanah Air belum terwujud secara baik.

“Bagi PKS, Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah final. Sebagaimana ditulis oleh Yudhi Latif dalam Buku Negara Paripurna, pembentukan dasar negara Indonesia merupakan konsensus kebangsaan yang melibatkan dua kelompok besar, nasionalis Islam dan nasionalis sekuler. Kebesaran hati para ulama dan tokoh Islam untuk menyetujui penghapusan 7 kata yang tercantum dalam sila pertama, konsep Pancasila pada Piagam Jakarta menunjukkan bentuk nasionalisme yang nyata mengahdirkan NKRI,” paparnya.

Darul Falah menambahkan, semangat nasionalisme dan sikap kenegarawaan para pendiri bangsa perlu digali untuk menjadi pengingat generasi berikutnya.

Sikap ini kemudian perlu diimplemasikan oleh para pejabat publik dan juga pengurus partai dalam membangun perpolitikan Indonesia sehingga mampu memperkuat persatuan nasional.

Lebih dari itu visi Pembukaan UUD 1945 untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia dapat terwujud. (sol)