Bagi Personel Shaggydog Nongkrong Ibarat Tirakat Wajib

Bagi Personel Shaggydog Nongkrong Ibarat Tirakat Wajib

KORANBERNAS ID, YOGYAKARTA -- Band asal Yogyakarta, Shaggydog berusia 24 tahun. Hampir seperempat abad usia band ska yang digawangi Heru, Richard, Lilik, Bandiz, Raymond dan Yoyo ini seolah-olah tidak ada matinya. 24 tahun melanglang buana justru membuat band ini semakin solid.

Ska Shaggydog relatif berbeda dari tren ska-core yang menggempur telinga orang Indonesia. Selain falsafah Two Tone yang jadi pembeda, tempo dan ritme yang menyerupai reggae dan mendayu nyatanya lebih langgeng. Ska model inilah yang kemudian menyublim bersama genre yang lebih populer dan awet seperti pop dan dangdut.

Mereka berenam berusaha keras menjadi musisi yang tak lupa kepada akarnya. Nongkrong tetap menjadi tirakat wajib di tengah padatnya jadwal manggung.

Setelah masuk nominasi AMI Awards 2021 untuk kategori Artis Keroncong Langgam/Ekstra/Kontemporer bersama Ndarboy Genk dan OK Puspa Jelita plus merilis video klip Di Sayidan versi Keroncong, putaran sloki mereka tidak berhenti.

Kali ini, 24 tahun bermusik enam pemuda asal kampung Sayidan ini akan meluncurkan sebuah buku. Buku yang disusun selama enam tahun ini bertema perjalanan sebuah band atau bahkan musik secara umum di Indonesia belumlah begitu banyak.

Sebagian besar band dan musisi lebih memilih merilis karya berupa lagu daripada dokumentasi tertulis mengenai perjalanan karier mereka. Bukan sebuah fakta yang mencengangkan yang kemudian dapat diolah menjadi karya intelektual yaitu buku. Kenyataannya, kesadaran dokumentasi baru dilirik akhir-akhir ini.

"Shaggydog pun mengambil kesempatan ini dengan menggandeng eks jurnalis Kumparan, Ardhana Pragota, untuk menulis ulang perjalanan berkarier. Angki Purbandono dan Agan Harahap kami daulat sebagai kurator foto," papar Heru Wahyono, vokalis Shaggydog saat konferensi pers dan peluncuran buku, Rabu (29/12/2021), di Prambanan Jazz Cafe Yogyakarta.

Buku ini terbagi empat bab, lanjut Heru, yaitu Rude Boy, Boom Ska, Bersinar dan Masih Bersama. masing-masing babak menceritakan era penanda perubahan karier serta ditambah bonus session menganalisa Shaggydog melalui data.

"Bagian demi bagian buku ini digali oleh Pragota dari memori personel Shaggydog yang sering kali lupa beberapa hal detail. Tidak jarang kami saling bersitegang ketika mendengarkan cerita yang berbeda dari point of view masing-masing," akunya.

Bersama dalam sebuah band selama 24 tahun membuat persahabatan di Shaggydog mengental, menjadikan perbedaan pendapat bahkan perseteruan menjadi hal yang bisa dimaklumi. Toh pada akhirnya mereka kembali ke band yang sudah dianggap sebagai rumah.

Secara runtun Gota merangkum perjalanan personel Shaggydog satu per satu, mulai dari era kegamangan Heruwa ketika pindah dari hiruk pikuk pesta pora-nya Bali ke atmosfer kebudayaan kota Yogyakarta yang tenang, membentuk band yang menjadi cikal bakal Shaggydog, berdebat masalah nama, dituduh menggunakan narkotika, didera kebangkrutan, menjadi sales kopi hingga kehilangan karya di platform musik digital gara-gara EMI Record yang menaungi album Shaggydog gulung tikar.

"Tidak hanya berwujud teks, Angki Purbandono dan Agan Harahap menjadikan buku ini juga memuat visual berupa foto koleksi pribadi yang sebagian besar belum pernah dipublikasikan. Semulanya buku ini memang akan berwujud lebih visual, yaitu lebih banyak gambar," tambah Heru.

Ardhana Pragota, penulis buku Angkat Sekali Lagi Gelasmu Kawan menambahkan, pada bagian analisa dia bekerja sama dengan ilmuwan data, Tyas Nuur Kholish, untuk meneliti musik Shaggydog menggunakan teknologi data science sehingga secara matematis menghasilkan telaah paduan argumen musik secara kuantitatif.

"Melalui lagu Shaggydog yang tersedia di platform streaming Spotify dan bantuan peranti bahasa pemrograman Python, kami berhasil mendapatkan data akurat yang dikemas sebagai mesin analisis untuk melihat keinginan pasar secara lebih tepat," jelasnya.

Buku perjalanan karier bermusik Shaggydog yang diberi judul Angkat Sekali Lagi Gelasmu Kawan ini merupakan bentuk kerja bersama Orang Tua dan diterbitkan oleh tim Buku Baik.

Anas Syahrul Alimi, Founder Prambanan Jazz Festival sekaligus pemilik Prambanan Jazz Cafe tempat berlangsungnya acara peluncuran Buku Angkat Sekali Lagi Gelasmu menambahkan, ini merupakan peristiwa penting dunia musik Indonesia. Pihaknya sangat setuju pada produk-produk intelektual yang dihasilkan oleh Shaggydog bukan hanya musik namun juga dalam bentuk buku.

"Moment ini merupakan peristiwa penting musik Indonesia, Shaggydog layak menjadi ikon Yogyakarta, usulan saya seharusnya mendapat penghargaan dari Pemda DIY karena lagu Sayidan-nya, kampung Sayidan menjadi sangat terkenal hingga dunia Internasional," kata Anas. (*)