Seperti Angin Surga, PKB Kritik Penyelesaian BUKP Wates oleh BPKA DIY
Sebenarnya BPKA DIY mengetahui seberapa besar uang nasabah yang masuk sistem laporan keuangan BUKP Galur dan BUKP Wates.
KORANBERNAS.ID, KULONPROGO -- Konsep penyelesaian permasalahan Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP) Galur dan BUKP Wates Kulonprogo yang ditawarkan Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) DIY terlihat sepertinya tegas.
Namun demikian, Ketua Dewan Syuro DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kulonprogo, Noor Harish, mengkritisi konsep itu seperti angin surga.
Kepada wartawan, Sabtu (3/5/2025) di Kulonprogo, Noor Harish mengungkapkan kisruh ratusan nasabah dengan BUKP Wates dan BUKP Galur tidaklah tepat. Sebenarnya BPKA DIY mengetahui seberapa besar uang nasabah yang masuk dalam sistem laporan keuangan BUKP Galur dan BUKP Wates.
“Karena sudah ada evaluasi, monitoring dan sudah memiliki kesimpulan terhadap dua BUKP itu. Sayang BPKA DIY tidak berani menyiarkan hal itu beberapa bulan lalu atau tahun lalu,” ungkapnya.
Sudah mengukur
Noor Harish menegaskan BPKA DIY berani mengambil kesimpulan Pemda DIY akan membayar uang nasabah di dua BUKP tersebut, dengan catatan hanya yang ter-entry sistem laporan keuangan BUKP.
“Berarti kan BPKA DIY sudah tahu, sudah mengukur bahwa simpanan yang masuk sistem hanya kecil, tidak sampai Rp 8,2 miliar. Kalau ternyata uang nasabah yang ter-entry hanya Rp 1 miliar, bagaimana? Ini rahasia bahasa dari pernyataan BPKA DIY itu. Begitu,” ungkapnya.
Menurut dia, konsep penyelesaian seperti itu tidak ubahnya pepesan kosong. "Apa yang disampaikan BPKA DIY ketoke apik (kelihatannya bagus), tegas tapi ora ngrampungke masalah," katanya.
Nasabah dengan segala hormatnya kepada BUKP telah mempercayakan uangnya puluhan juta hingga ratusan juta untuk dikelola BUKP Wates dan Galur.
Dibayar tangis
“Masak keikhlasan mereka, ketawadhuan mereka harus dibayar dengan tangis membahana, ini konsep apa?“ tambahnya.
Terdapat beberapa pertimbangan yang membuat konsep itu tidak cocok. Pertama, pembuat konsep tidak mengetahui gejolak di lapisan bawah, pergulatan antara pegawai BUKP dengan nasabahnya.
Kedua, mereka tidak memahami kehidupan rakyat dengan segala penghormatannya kepada Ngarsa Dalem Sri Sultan HB X sebagai pendiri, pelopor dan pemilik BUKP.
“Rakyat itu percaya banget kepada pegawai BUKP, awalnya, sehingga tidak berpikir bakal dibohongi seperti ini,” kata Noor harish.
Terlalu ningrat
"Nah, kalau sekarang ketahuan bohong, apa Ngarsa Dalem Sri Sultan HB X tidak malu dan kemudian mengambil tindakan keras kepada para pegawai BUKP ini," lanjutnya.
Dia menilai, konsep penyelesaian oleh BPKA DIY itu selain lucu juga terlalu ningrat dan BUKP itu bank besar yang canggih. "BUKP itu bank bukan koperasi, dia bank desa dengan kultur desa,” katanya.
Dari aspek hukum, maka nasabah memiliki bukti hukum berupa buku tabungan dan bilyet deposito yang dikeluarkan BUKP sesuai aturan Perda No 1 Tahun 1989 dan Pergub DIY Tahun 2025, bahwa BUKP diminta mengeluarkan produk berupa tabungan dan deposito. "Sah itu," ucapnya.
Bukti hukum berupa buku tabungan yang sah dan bilyet yang sah itulah yang digunakan nasabah selama puluhan tahun untuk berhubungan dengan BUKP Wates dan BUKP Galur.
Pikul beban
Mestinya, kalau di dalam BUKP ada sistem pelaporan keuangan yang harus digunakan untuk entry data maka itu kewajiban BUKP bukan beban yang harus dipikul nasabah.
“Soal bagaimana pegawai BUKP dan nasabahnya melakukan hubungan setor menyetor, pasok memasok itu soal komunikasi dibangun oleh pegawai BUKP. Kalau data uang tidak masuk sistem entry data itu bukan dosanya nasabah. Masak nasabah tidak berbuat dosa harus menerima nerakanya, piye jal,” ujarnya.
Noor Harish mengulas beberapa pernyataan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) Pemda DIY di media yang terlihat memang tegas. Yakni, simpanan nasabah tercatat dalam aplikasi sistem informasi keuangan tetapi kemudian diambil oleh oknum pengurus.
“Ini pernyataan yang nglenggana bahwa BPKA DIY mengakui ada kejahatan dalam BUKP Wates dan BUKP Galur atau BUKP lain,” katanya.
Selisih saldo
Hal ini mengakibatkan terjadi selisih antara saldo yang tercatat dan buku tabungan atau bilyet deposito yang dimiliki nasabah.
Saldo yang tercatat dalam aplikasi sistem informasi keuangan akan dikembalikan kepada nasabah oleh BUKP Wates dan BUKP Galur.
“Ini pernyataan seolah bagus, tegas, tetapi ini mengandung unsur menutupi data sejak awal dan mencoba mencari celah untuk muntir,” katanya.
“Masak kejahatan pegawai BUKP Wates dan Galur harus ditanggung oleh nasabah mereka yang notabene adalah rakyat Ngarsa Dalem Sri Sultan HB X. Piye nalare,” tambahnya.
Oknum pengurus
Sedangkan simpanan nasabah yang penyetorannya dilakukan melalui oknum pengurus tetapi tidak dibukukan atau disetor dalam aplikasi sistem informasi keuangan,pengembalian simpanan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab oknum pengurus.
“Ini tidak mungkin. Ini bukan sikap seorang pemimpin. Pegawai BUKP tidak ada aset yang bisa menutup kejahatannya selama ini. Karena mereka selama ini bekerja dalam satu sistem yang dibangun oleh Pemda DIY, ya Pemda DIY yang harus membayar uang nasabah baik yang masuk sistem maupun yang tidak masuk. Itu urusan BUKP. Dan urusan nasabah sudah selesai sejak mereka setor uang menabung dan setor untuk deposito, itu saja,” ujarnya. (*)