Penambang Pasir Sungai Progo Unjuk Rasa ke Kepatihan

Penambang Pasir Sungai Progo Unjuk Rasa ke Kepatihan
Penambang pasir progo bergerak ke Kepatihan untuk menggelar aksi demo. (sariyati wijaya/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Sekitar 500 penambang pasir wilayah Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulonprogo yang tergabung dalam Perkumpulan Penambang Progo Sejahtera (PPPS) melakukan aksi demo, Rabu (25/6/2025).

Massa berkumpul di bunderan Srandakan lalu menuju ke Lapangan Jodogkarto Pandak Kabupaten Bantul. Di tempat ini perwakilan massa melakukan orasi, sebelum akhirnya bergerak ke Kantor Gubernur Kepatihan Yogyakarta dengan menggunakan truk kepolisian, truk Satpol PP, bus dan truk penambang. Di beberapa badan truk juga diberi spanduk di antaranya bertuliskan “Penambang Progo adalah budaya warisan nenek moyang kita”.

Koordinator aksi Adi Surya mengatakan, mereka menggelar aksi di antaranya karena adanya larangan yang dikeluarkan pemerintah soal alat sedot mekanik. Pelarangan ini berlaku bagi Izin Penambangan Rakyat (IPR) yang selama ini dikantongi para penambang.

Larangan penggunaan alat sedot mekanik untuk penambangan pasir, termasuk dalam konteks penambangan liar, diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Lebih spesifik, Pasal 158 UU Minerba mengatur sanksi pidana bagi pelaku penambangan tanpa izin, yang mencakup penggunaan alat sedot mekanik tanpa izin.

“IPR kami udah habis masa berlakunya , dan sekarang kami tidak bisa menambang sudah tiga bulan. Kami sudah mengajukan, namun sampai sekarang belum turun karena banyaknya persyaratan yang kami belum bisa penuhi,” katanya. Di antaranya mengenai harus ada pembentukan koperasi dalam pengajuan izin, di mana para penambang rakyat ini kesulitan memenuhinya. Sebelumnya IPR ini bisa turun cukup kepada kelompok masyarakat tanpa pembentukan koperasi.

Lalu terkait pompa mekanik, para penambang tersebut meminta agar tetap bisa digunakan. Mengingat jika diizinkan hanya manual misalnya menggunakan skop atau cengkrong, maka jangkauanya sangat terbatas. Sementara untuk Sungai Progo kedalaman untuk tambang pasir mulai 3 meter paling dangkal hingga terdalam 6 meter.

“Kalau kami manual,kemudian harus menyelam mencari pasir, kami takut berbahaya dan tidak bisa muncul ke permukaan lagi. Dan sekarang era modern, termasuk alat pertanian juga sudah modern. Maka izinkan kami menggunakan pompa mekanik atau sedot,” kata Adi.

Sebab tambang pasir ini menyangkut ekonomi masyarakat. Sementara kalau penambang besar yang membentuk PT atau CV diizinkan bahkan menggunakan alat berat. Aksi ini ,menurut Adi sudah dilakukan yang ke 9 kalinya. Namun belum ada keputusan yang berpihak kepada para penambang rakyat. (*)