Masih Banyak Lurah Takut dengan Jaksa

Masih Banyak Lurah Takut dengan Jaksa

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY) melalui bidang perdata dan tata usaha negara (datun) menginisiasi peluncuran program datun suluh praja Kalurahan di Balai Kalurahan Mangunan Kapanewon Dlingo Bantul, Rabu (24/3/2022).

Bupati Bantul Abdul Halim Muslih mengatakan program ini selaras dengan misi pertama Pemerintah Kabupaten Bantul yaitu, penguatan reformasi birokrasi menuju pemerintahan yang efektif, efisien, bersih, akuntabel dan menghadirkan pelayanan publik prima.

“Sinergitas Kejaksaan Tinggi melalui program ini, pemerintahan kalurahan mendapatkan orang tua asuh dalam bidang hukum yang dapat memberikan konsultasi dan pemahaman hukum sehingga dapat menhindari terjadinya tindakan melawan hukum,” kata Halim, sapaan akrab Bupati Bantul.

Dengan adanya konsultasi hukum melalui program datun suluh praja kalurahan ini akan dapat mengantisipasi terjadinya korupsi dan penyalahgunaan wewenang di kalurahan.

“Tindakan melawan hukum seperti korupsi tidak hanya berdampak pada satu aspek kehidupan saja namun memiliki efek domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan negara,” lanjut Halim.

Pemerintah Kalurahan saat ini mengelola anggaran yang besar, seperti dana desa, danais, BKK, serta dana-dana yang bersumber dari berbagai program pemerintah. dengan konsultasi hukum ini semoga akan menjadi upaya preventif agar realisasi anggaran sesuai ketentuan yang berlaku dan jalannya pembangunan sesuai yang ditargetkan sehingga masyarakat dapat merasakan  manfaat pembangunan secara maksimal.

“Pembangunan-pembangunan dengan ujung tombak pemerintah kalurahan adalah untuk meratakan pembangunan dan meningkatkan berbagai aspek kehidupan masyarakat di  tingkat pemerintahan paling dasar ini. Pemerintah kalurahan langsung bersinggungan dengan masyarakat,” jelas Halim.

Merasa takut

Kajati DIY Katarina Endang Sarwestri mengungkapkan selama ini tugas kejaksaan atau jaksa di mata masyarakat lebih banyak dipahami sebagai Penuntut Umum, sehingga masih banyak lurah merasa enggan bahkan takut meminta pertimbangan hukum kepada Jaksa Pengacara Negara.

Sebagian dengan alasan tidak tahu tugas dan fungsi Jaksa Pengacara Negara, sedangkan sebagian lagi karena takut permasalahannya kriminalisasi.

“Kejaksaan mempunyai banyak tugas dan fungsi lainnya, di antaranya dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah, bahkan di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, jaksa dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan atas nama negara atau pemerintah. Pemerintah dalam hal ini termasuk Pemerintah Desa atau Desa Adat atau yang disebut dengan nama lain (di DIY disebut dengan nama Kalurahan,” ungkap Katarina.

Dia menegaskan sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, “marwah” desa semakin meningkat. Desa kembali menjadi sakaguru pembangunan. Dampaknya sangat nyata, yaitu pembangunan desa (atau disebut dengan nama Kalurahan di DIY) menjadi perhatian utama pemerintah.

“Sejak tahun 2015, lebih dari 74.000 desa menerima anggaran pembangunan yang tidak sedikit, rata-rata menerima sekitar Rp 1 miliar. Bahkan undang-undang tersebut mengamanatkan pemerintah mengalokasikan 10 persen APBN yang salah satunya dikenal dengan Alokasi Dana Desa (ADD),” jelasnya.

Desa atau kalurahan tidak hanya mengelola ADD saja, masih banyak sumber-sumber pendapatan lain, seperti Pendapatan Asli Desa, Bantuan Keuangan APBD Kabupaten/Provinsi, bagi hasil pajak daerah/retribusi daerah, Dana Alokasi Khusus dan Bantuan-bantuan lainnya.

Hal itu menimbulkan potensi kerawanan pengelolaan keuangan desa yang berujung pelanggaran hukum bahkan banyak yang berujung tindak pidana korupsi.

“Tidak sedikit kemungkinan lurah menjadi alat mafia tanah, karena ketidaktahuan terhadap perturan perundang-undangan sehingga tergiur oleh iming-iming dari investor. Minimnya pengetahuan hukum tidak hanya menimbulkan potensi kerawanan dalam membuat perjanjian, tetapi juga besar kemungkinan terjadi pelepasan aset secara melawan hukum. Belum lagi ditambah konflik ketika Tanah Kalurahan tersebut berasal dari Sultan Ground atau Pakualaman Ground,” jelas Katarina Endang.

Banyak pelepasan hak atas Sultan Ground atau Pakualaman Ground dilakukan tanpa persetujuan Kasultanan atau Kadipaten Pakualaman, sehingga menimbulkan permasalahan ketika pendaftaran (pensertifikatan) tanah pengganti.

“Apakah menjadi hak pakai di atas tanah negara atau hak pakai di atas tanah milik Kasultanan/Kadipaten Pakualaman? Banyak pula Sultan Ground atau Pakualaman Ground yang semula disewakan atau dipinjamkan untuk kegiatan sosial kemudian berubah menjadi kegiatan bisnis (provit oriented) tanpa ada kontribusi kepada kalurahan,” kata dia.

Pada sisi lain, yaitu dari sudut pandang regulasi dan kelembagaan, struktur pada pemerintahan Kalurahan menjadi salah satu faktor pemicu  kerentanan pelanggaran hukum, karena pada struktur kalurahan tidak terdapat bagian/biro hukum sebagaimana Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat, yang dapat memberikan rekomendasi dari aspek regulasi.

Sementara pada aspek pengawasan, ada tiga potensi persoalan, yakni efektivitas inspektorat daerah dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan di desa masih rendah, saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik oleh semua daerah, serta ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh camat, belum jelas.

Dengan adanya permasalahan tersebut, jaksa terpanggil untuk mengabdi, hadir untuk melayani, memberikan konsultasi hukum, memberikan pendampingan hukum, bahkan bantuan hukum atau audit hukum serta tindakan hukum lain (fasilitasi, mediasi, konsiliasi) kepada Pemerintah Kalurahan.

Saat ini komitmennya adalah jaksa mengabdi, jaksa melayani atau berbakti untuk masyarakat ini akan dibingkai dalam kegiatan secara masif di seluruh kalurahan se-DIY dengan nama “Datun Suluh Praja Kalurahan”. Diawali pencanangan di Kalurahan Mangunan, program ini akan dilakukan secara masif di kalurahan-kalurahan lain.

“Kami menugaskan 18 Tim JPN untuk melakukan pencanangan Datun Suluh Praja Kalurahan di 14 titik, menyasar 53 kalurahan. Demikian seterusnya hingga mencapai 392 kalurahan di seluruh DIY,” kata dia.

Pencanangan Datun Suluh Praja Kalurahan dikemas dalam suasana yang tidak formal sambil minum kopi atau bincang santai, sehingga Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) dapat menjalin komunikasi yang baik dengan kalurahan.

Kemudian, akan ditindaklanjuti dengan membuat grup whatsapp dengan Tim JPN sebagai mentor atau pendamping, sehingga permasalahan-permasahan yang dihadapi kalurahan dapat disampaikan dengan mudah dan murah melalui sarana elektronik.

Lurah atau perangkat kalurahan tidak perlu hadir ke Kejaksaan, dapat langsung meminta konsultasi hukum yang akan ditindaklanjuti oleh JPN baik dalam bentuk pertimbangan hukum, bantuan hukum maupun tindakan hukum lain.

Katarina Endang berharap agar  Datun Suluh Praja Kalurahan membuat masyarakat mengenal hukum, sehingga terhindar dari hukuman, serta tercipta perlindungan hukum dalam tata kelola pemerintahan kalurahan. (*)