Bawaslu Tak Ingin Pilkada Bantul Berlangsung Brutal, Ormas Perlu Ambil Peran

Biaya mencalonkan diri sebagai kepala daerah di tingkat kabupaten atau kota membutuhkan Rp 20 miliar hingga Rp 30 miliar.

Bawaslu Tak Ingin Pilkada Bantul Berlangsung Brutal, Ormas Perlu Ambil Peran
Sosialisasi pengawasan partisipatif yang digelar Bawaslu Bantul di Hotel Alana Malioboro, Jumat (6/9/2024). (sariyati wijaya/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bantul tidak menginginkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Bantul 2024 berlangsung brutal. Organisasi masyarakat (ormas) perlu ikut mengambil peran demi terciptanya Pilkada Bantul yang demokratis serta bebas dari politik uang.

Harapan itu juga disampaikan Wasingatu Zakiyah dari Caksana Institute saat menjadi narasumber Sosialisasi Pengawasan Partisipatif Mewujudkan Pemilih yang Inklusif melalui Pelibatan Organisasi Kemasyarakatan, Jumat (6/9/2024), di Hotel Alana Malioboro Yogyakarta.

“Jangan sampai pilkada menjadi ugal-ugalan dan brutal dengan maraknya politik uang. Pilihlah pemimpin yang mampu mengemban amanah dengan melihat berbagai latar belakang,” ujarnya pada sosialisasi yang digelar Bawaslu Bantul, pagi hingga sore itu.

Di hadapan Ketua Bawaslu Kabupaten Bantul Didik Joko Nugroho MIP beserta jajaran komisioner Bawaslu serta ratusan peserta dari berbagai ormas seperti KNPI, PKK, Paksikaton serta ormas keagamaan, lebih lanjut Wasingatu Zakiyah menyatakan ormas bisa berperan di lingkungan masing-masing untuk membangun kesadaran bahwa pilihan mereka terhadap kepala daerah akan menentukan nasib Bantul dan rakyat di masa depan.

Ketua Bawaslu Bantul Didik Joko Nugroho. (istimewa)

Rakyat atau warga memiliki kewajiban membayar pajak, membayar cukai dan kewajiban-kewajiban lain kepada negara atau pemerintah. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33, pemerintah bertugas mengelola kekayaan alam di negara ini yang sebesar-besarnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.

“Jadi ketika Bapak dan Ibu memilih seorang pemimpin sejatinya Bapak dan Ibu memberi amanah pada sosok yang akan mengelola berbagai pajak dan kekayaan alam Indonesia yang nantinya akan dikembalikan dalam wujud berbagai program untuk mensejahterakan rakyat Indonesia termasuk Bantul. Penting sekali membangun kesadaran ini di masyarakat kita dan dan ormas bisa berperan di sana," katanya.

Masyarakat harus benar-benar cermat memilih sosok dengan melihat track record, program, visi dan misi pasangan calon. Ormas juga bisa mencermati apakah paslon memiliki afiliasi ke perusahaan atau tidak. Lalu, cermati apakah ada kekerabatan dengan pejabat publik.

"Sebab jika ada kekerabatan, ditakutkan ada benturan kepentingan. Walaupun sebenarnya hal itu sudah diatur di dalam TAP MPR Nomor 6 Tahun 2021 tentang Etika Bernegara," katanya.

Zigzag

Hal lain yang harus dicermati adalah afiliasi ke partai politik. “Apakah dia konsisten di jalur politiknya atau cenderung zigzag atau berpindah-pindah haluan,” ujarnya.

Perlu juga dicermati apakah paslon pernah melakukan kekerasan anak dan dipidana karena kasus tersebut. "Tidak kalah penting adalah paslon juga tidak melakukan kekerasan berbasis gender," kata Zakiyah.

Ketika itu semua diperhatikan maka diyakini rakyat Bantul akan memperoleh sosok pemimpin seperti yang diharapkan. Jangan sampai memilih pemimpin karena transaksional ataupun politik uang. “Biaya politik yang tinggi ini menjadi salah satu penyebab dari tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik atau kepala daerah,” ucapnya.

Mengutip data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dirilis beberapa tahun silam, biaya untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah di tingkat kabupaten atau kota membutuhkan Rp 20 miliar hingga Rp 30 miliar.

Para sponsor

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) rata-rata calon kepala daerah memiliki kekayaan pada angka Rp 6 miliar hingga Rp  8 miliar. Maka sisanya yang 80 persen lebih ini biasanya ditutup oleh para sponsor yang pada akhirnya akan menyandera kepala daerah yang bersangkutan.

“Tentu ini jangan sampai terjadi di Kabupaten Bantul. Maka apa yang bisa dilakukan? Masyarakat harus berani menolak politik uang atau sering disebut serangan fajar," katanya.

Kesadaran seperti ini, lanjut dia, harus dibangun dari bawah. Pendidikan politik harus dilakukan oleh ormas-ormas di Kabupaten Bantul termasuk menghindari ragam politik uang.

Yakni, vote buying, service dan activity, gift, trabas atau barang bersama, membeli kandidat, mahar politik dan politik gentong babi yakni program yang didanai anggaran negara namun digunakan bagi kepentingan kandidat tertentu.

Kesadaran

Sedangkan Didik Joko Nugroho mengatakan kegiatan sosialisasi  dimaksudkan untuk membangun kesadaran ormas di Bantul untuk berperan mensukseskan Pilkada 27 November 2024 agar berjalan secara demokratis dan bebas dari segala bentuk politik uang serta pelanggaran.

"Pengawasan partisipatif sangat diperlukan dari berbagai elemen masyarakat," katanya. (*)