Warga Memasang Batu-batu Besar, Tutup Jalan Masuk TPST Piyungan Bantul
KORANBERNAS.ID, BANTUL – Warga Dusun Banyakan Kalurahan Sitimulyo Kapanewon Piyungan Bantul melakukan aksi blokade Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Sabtu (7/5/2022).
Sejak pagi hingga malam, warga memasang batu-batu besar pada jalan yang menjadi akses truk sampah menuju TPST Piyungan. Kawasan ini menjadi lokasi pembuangan sampah dari wilayah Kota Yogyakarta, Sleman dan Bantul atau Kartamantul.
Warga juga terlihat membentangkan spanduk berisi penolakan beroperasinya TPST Piyungan, meminta ditutup permanen serta tegas menolak TPA transisi. Aksi dipusatkan di utara Masjid Watugender. Ada tenda untuk tempat warga berjaga.
Koordinator aksi Herwin Arfianto menyatakan gerakan ini sebagai bentuk respons terhadap rencana difungsikannya TPA transisi di sisi utara TPST yang luasnya mencapai 2,1 hektar.
“Warga sepakat, TPST ini ditutup permanen. Kami menolak pembebasan lahan guna keperluan TPA transisi,” katanya.
Menurut dia, penutupan tersebut legal dilakukan dengan mengacu Surat Edaran (SE) Nomor 188/41512 tanggal 20 Desember 2021 yang diketahui Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, Kuncoro Cahyo Aji. Pada surat itu tertulis TPST Piyungan ditutup Maret 2022.
Ternyata hingga Mei TPST masih difungsikan untuk pembuangan sampah, padahal kondisinya sudah tidak memungkinkan karena overload.
Warga Banyakan yang lokasinya berada paling dekat dengan TPST mendapatkan banyak dampak negatif. Di antaranya pencemaran air karena adanya lindi (air limbah sampah) yang mengalir ke permukiman.
Dampak lainnya, bau tidak sedap menyebar, munculnya berbagai penyakit serta warga kesulitan mendapat akses air bersih.
26 tahun
Ditemui saat syawalan dengan kader dan masyarakat sekitar Jagangrejo Kalurahan Banguntapan Bantul di PAUD Omah Lintang, Sekretaris Komisi C DPRD DIY, Amir Syarifudin, meminta pemerintah tanggap terhadap keluhan dan aspirasi warga.
“Sudah 26 tahun warga di sana menikmati bau sampah, aksi ini adalah puncak dari kekesalan warga,” kata politisi PKS tersebut.
Banyak hal buruk yang dialami warga selama ini. Seperti dampak penyakit, gangguan kehamilan, sesak nafas. Ada tiga warga terkena tetanus, dua di antaranya meninggal.
Penyebabnya sampah dari TPST longsor dan masuk sawah warga. Naas, saat mengolah lahan sawah, ketiga warga ini menginjak sampah yang ternyata ada jarum suntik bekas.
Warga yang kesulitan air bersih terpaksa membeli air untuk kebutuhan sehari-hari, ketika air sumur mereka tercemar lindi. Selain itu, juga kurangnya air bersih untuk keperluan pertanian dan perikanan.
“Belum lagi dampak sosial, seperti rasa tidak nyaman yang dialami warga dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.
Pemerintah, kata Amir, perlu memenuhi hak warga sebagai solusi. Di antaranya sisi utara TPST diberi tanggul agar sampah tidak longsor. Kemudian, membantu akses jalan, penyediaaan air bersih, lampu penerangan jalan yang memadai dan bentuk kompensasi sesuai harapan warga.
“Kalau memang ini diminta ditutup, pemerintah agar melakukan kajian. Termasuk sampah ini mau diapakan? Sekiranya mau diolah saya rasa SDM kita mampu, ada perguruan tinggi yang bisa digandeng, ada anggaran. Kita juga sudah ada kajian dan studi banding kaitan pengolahan sampah menjadi energi, menjadi pupuk dan bentuk lainnya yang bisa dimanfaatkan warga. Jadi ayo ini direalisasikan,” tegas Amir.
Khusus jembatan Ngablak, menurut dia, harus segera ada perbaikan. Setiap hari jembatan itu dilewati 350 truk. Jembatan pernah terkena erupsi Merapi tahun 2010. Jika tidak ada perbaikan, Amir khawatir akan membahayakan mereka yang melintas. (*)