Demi Energi Besar dan Bersih, PLTN Adalah Sebuah Keniscayaan

Demi Energi Besar dan Bersih, PLTN Adalah Sebuah Keniscayaan

KORANBERNAS.ID -- Sejak Presiden Joko Widodo meresmikan rencana perpindahan Ibukota dari Jakarta ke Kalimantan Timur, sontak masyarakat ramai-ramai membicarakan. Selain Pro dan kontra yang menghiasi jagad sosial media, para ahli dari berbagai bidang pun tak kalah sibuk dengan prediksi-prediksinya.

Listrik sebagai kebutuhan dasar yang harus dipikirkan pada awal pembangunan infrastruktur Ibukota baru. Menurut Perusahaan Listrik Negara (PLN),1.555 Mega Watt diprediksi cukup untuk memenuhi pasokan listrik ke pusat pemerintahan RI itu nanti. Disaat energi konvensional kian diambang ketiadaan, energi baru dan terbarukan harus menjadi pilihan bijak untuk segera dijalankan.

Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Anhar Riza Antariksawan mengatakan, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dinilai layak dijadikan pilihan sebagai pemasok daya yang besar sekaligus bersih. Kalau dirasa perlu, kemungkinan besar energi nuklir yang merupakan energi baru, membangun PLTN itu harus jadi satu pilihan.

"Potensi atau kemungkinan itu sangat besar, meski pemerintahan masih banyak pilihan energi lain, hal ini mengacu kebijakan energi nasional (KEN) yang mengamanatkan optimalisasi bauran energi primer dengan peran energi baru dan terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025," lanjutnya.

Dengan adanya wacana pemindahan ibukota, jika membutuhkan energi besar dan bersih maka pilihannya adalah PLTN. Dari 450 PLTN yang berdiri di 35 negara, korban kecelakaan yang terjadi justru paling kecil jika dibanding dengan pembangkit listrik konvensional.

"Saat bencana di Fukushima Jepang, korban meninggal bukan karena radiasi melainkan karena gempa dan tsunami," imbuh Anhar selepas wisuda Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - Badan Tenaga Nuklir Nasional di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Kamis (29/8/2019).

Pembangunan PLTN lanjut Anhar, seharusnya tidak perlu menunggu energi fosil habis. Sebab Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam Energi Outlook 2018 memprediksi, Indonesia sudah memerlukan energi terbarukan sekitar 4 Gigawatt dari PLTN pada 2030. Bahkan pada 2025, pemanfaatan energi baru dan terbarukan harus mencapai 25 persen.

"Dari sisi teknologi, reaktor nuklir itu 18 bulan beroperasi tanpa harus menambah bahan bakar seperti tenaga listrik konvensional. sementara pembangkit konvensional harus mengisi bahan bakar setiap hari," imbuhnya.

"Saya tidak ingin mempersepsikan bawah PLTN adalah pesaing dari energi yang sudah ada, tapi kita ini adalah energi mix jadi jangan ada diskriminasi terhadap salah satu sumber energi. Indonesia harus memikirkan semua sumber energi, PLTN bukan mau bersaing, tetapi PLTN adalah energi baru yang terbarukan," tandasnya. (yve)