Uji Coba Sistem Satu Arah di Plengkung Nirbaya Siap Dimulai

Jadi upaya pengurangan beban lalu lintas kendaraan bermotor demi keamanan struktur bangunan.

Uji Coba Sistem Satu Arah di Plengkung Nirbaya Siap Dimulai
Kawasan Plengkung Nirbaya atau Gadhing yang akan diujicoba satu arah. (Dok. koranberbnas.id)
Uji Coba Sistem Satu Arah di Plengkung Nirbaya Siap Dimulai

KORANBERNAS.ID,YOGYAKARTA —Dinas Perhubungan (Dishub) DIY akan segera menerapkan Uji Coba Sistem Satu Arah (SSA) di kawasan Plengkung Nirbaya pada minggu kedua Maret 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi dampak lalu lintas terhadap struktur bangunan bersejarah yang mengalami deformasi akibat aktivitas manusia dan pelapukan biologis.

Keputusan ini diambil setelah Forum Group Discussion (FGD) mengenai Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Kawasan Alun-alun Kidul Yogyakarta, yang melibatkan berbagai pihak, termasuk BPBD DIY dan BASARNAS Yogyakarta di Kantor Dishub DIY, Babarsari, Yogyakarta, Senin (24/2/2025). Dengan penerapan SSA, kendaraan hanya diperbolehkan melintas dari utara (dalam beteng) menuju selatan (luar beteng).

Kepala Bidang Lalu Lintas Dishub DIY, Rizki Budi Utomo, menyatakan bahwa aturan ini akan diterapkan selama satu bulan dengan pengawasan ketat. Selain itu, kendaraan besar, seperti bus pariwisata, dilarang memasuki kawasan Plengkung Nirbaya.

“Banyak kasus kendaraan berdimensi besar tetap masuk meskipun sudah ada rambu larangan. Bahkan, kendaraan roda empat sering terjebak saat berpapasan dengan kendaraan roda dua yang menunggu lampu lalu lintas di dalam bangunan, yang berpotensi menyerempet dinding plengkung,” kata Rizki.

Dampak Lalu Lintas Terhadap Struktur Plengkung Nirbaya

Hasil kajian Dinas Kebudayaan DIY tahun 2018 menunjukkan bahwa Plengkung Nirbaya mengalami kerusakan serius, termasuk retakan yang dapat mengancam keselamatan bangunan. Salah satu penyebab utama kerusakan adalah getaran dari kendaraan yang melintas.

Sejak 2019, berbagai langkah pencegahan telah dilakukan, seperti perbaikan fisik dan biologis. Namun, dampak aktivitas manusia dan kendaraan yang terus-menerus belum tertangani secara efektif. Dishub DIY telah memasang pagar pembatas untuk mencegah kendaraan besar masuk, tetapi sering kali dirusak oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Oleh karena itu, rekayasa lalu lintas menjadi langkah strategis yang perlu segera diterapkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Rizki menegaskan bahwa rekayasa ini bertujuan untuk meminimalkan beban lalu lintas sehingga struktur Plengkung Nirbaya tetap terjaga.

“Kendaraan besar yang melanggar rambu larangan dapat merusak dinding plengkung. Dengan sistem satu arah, tekanan terhadap bangunan dapat dikurangi,” ujarnya.

FGD mengenai Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Kawasan Alun-alun Kidul Yogyakarta di Kantor Dishub DIY, Babarsari, Yogyakarta, Senin (24/2/2025). (Istimewa)

Pentingnya Masterplan Penataan Kawasan Keraton

Perhatian terhadap pelestarian Plengkung Nirbaya juga datang dari akademisi UGM, Prof. Ir. Bakti Setiawan, M.A., Ph.D., dan Ir. Ikaputra, M.Eng., Ph.D. Mereka menyoroti peningkatan beban kegiatan di kawasan Keraton akibat lonjakan jumlah kunjungan dan perubahan fungsi ruang.

Menurut mereka, kapasitas daya tampung kawasan Keraton terbatas, sehingga diperlukan kajian lebih rinci dan tindakan preventif segera. Sebuah masterplan diperlukan untuk menata dan mengembangkan kawasan ini secara sistematis, dengan tetap mengacu pada nilai-nilai pelestarian budaya.

Ikaputra menjelaskan bahwa Plengkung Nirbaya menghadapi tantangan serius terkait kondisi fisiknya. Terdapat retakan pada dinding Baluwarti di sisi selatan, termasuk di area Plengkung Nirbaya. Kerusakan ini tidak hanya berdampak pada estetika bangunan, tetapi juga mengancam keselamatan pengunjung.

“Identifikasi menunjukkan adanya retakan pada lantai yang menyebabkan amblas hingga 10 cm, serta kerusakan di bagian tepi lantai Plengkung Nirbaya, seperti pecahan dan kelupasan di beberapa sudut,” jelasnya.

Strategi Pengurangan Beban Lalu Lintas di Kawasan Keraton

Peningkatan aktivitas di kawasan Keraton juga berdampak pada intensitas lalu lintas. Hal ini bertentangan dengan upaya pengurangan emisi karbon dan pelestarian iklim mikro kawasan. Konsep “traffic calming,” yaitu pengurangan intensitas lalu lintas dengan mendorong penggunaan moda transportasi ramah lingkungan, seperti sepeda dan jalur pedestrian, harus menjadi prioritas.

“Penanganan Plengkung Nirbaya bukan hanya terkait struktur bangunan, tetapi juga perlindungan terhadap atribut pusaka budaya di dalam benteng. Kita harus menjaga keseimbangan antara pelestarian dan pemanfaatan kawasan bagi masyarakat,” lanjut Ikaputra.

Selain itu, peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang kawasan Keraton juga harus ditata agar nilai budaya dan sejarah tetap terjaga. Salah satu strategi utama adalah membatasi jumlah kunjungan untuk menghindari kepadatan yang dapat merusak cagar budaya.

“Langkah konkret yang bisa dilakukan adalah membatasi kendaraan yang masuk ke kawasan Keraton, khususnya akses Plengkung Nirbaya,” tambahnya.

Dengan implementasi sistem satu arah, diharapkan getaran akibat kendaraan dapat dikurangi, sehingga struktur bangunan yang telah berusia ratusan tahun ini tetap lestari. Sementara itu, perencanaan jangka panjang melalui masterplan penataan kawasan Keraton juga perlu disusun guna memastikan pelestarian dan pengembangan kawasan secara berkelanjutan.(Adv)