Stunting Bukan Penyakit tetapi Dampaknya Merugikan

Stunting Bukan Penyakit tetapi Dampaknya Merugikan

KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Anggota Komisi IX DPR RI, Sukamto, menegaskan stunting bukanlah penyakit tetapi dampaknya merugikan serta berbahaya bagi kelangsungan generasi penerus bangsa. Pemerintah sudah mencanangkan Indonesia Emas 2045. Dimulai dari sekarang, semua pihak harus memberikan dukungan supaya target tersebut tercapai.

“Mulai saat ini kita usahakan pada 2045 jangan ada bayi stunting karena memberatkan keluarga dan pemerintah. Program Bangga Kencana sudah mengatur kelahiran dan mengatasi jangan sampai ada stunting,” ungkapnya kepada wartawan, Jumat (22/4/2022), usai menjadi pembicara Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana Bersama Mitra Kerja di Provinsi DIY bagi Kalurahan Selomartani Kalasan Sleman Jumat (22/4/2022).

Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI dari daerah  pemilihan (dapil) DIY ini mengakui, stunting tidak bisa dihilangkan sama sekali namun bisa ditekan.

“Pada prinsipnya stunting itu bukan penyakit karena kekurangan gizi kronis, terjadi saat ibu mengandung kekurangan gizi, atau anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang masih muda saat hamil,” ucapnya.

Secara nasional angka stunting tercatat pada kisaran 24 persen sedangkan DIY 17 persen. Pemerintah terus melakukan percepatan agar turun menjadi 14 persen, sesuai standar badan kesehatan dunia, WHO.

Sukamto mengimbau agar pernikahan sesuai dengan anjuran pemerintah, minimal perempuan usia 19 tahun dan laki-laki 21 tahun.

Dia juga meminta ibu hamil senantiasa memperhatikan pola makan jangan sampai kekurangan gizi. Saat bayi lahir sampai berusia balita,  pemenuhan gizi tetap harus diperhatikan.

Sosialisasi bertema Karena Anak adalah Pembawa Harapan Cegah Stunting Sejak Dalam Kandungan kali ini juga dihadiri Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Pendjduk dan KB (DP3AP2KB) Kabupaten Sleman, Suci Iriani Sinuraya, Kepala Perwakilan BKKBN DIY, Shodiqin, Inspektur Utama BKKBN Ari Dwikora Tono serta Inspektur Wilayah II BKKBN, Sunarto.

Peserta, terutama kaum ibu, terlihat penuh antusiasme mengikuti jalannya acara hingga selesai apalagi tersedia doorprize aneka peralatan elektronika mulai dari seterika, alat penanak nasi, kompor gas, televisi maupun sepeda sebagai hadiah utama.

Sependapat dengan Sukamto, dalam kesempatan itu Ari Dwikora Tono juga menegaskan stunting pasti pendek tetapi pendek belum tentu stunting. “Stunting bukan penyakit tapi kondisi pertumbuhan kurang gizi kronis yang mempengaruhi kondisi bayi,” ungkapnya.

Setelah terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ditunjuk sebagai kooordinator.

“WHO menyatakan suatu negara jika tingkat stunting di atas 20 persen maka ada masalah kesehatan penduduk. Kemudian Bapak Presiden menetapkan pada 2024 stunting harus turun menjadi 14 persen. Masih kurang 10 persen, itu sungguh tidak mudah,” ucapnya seraya mengajak semua elemen untuk bekerja keras.

Diakui, stunting mengakibatkan kecerdasan seseorang tidak optimal. Begitu pula motoriknya. Yang pasti, dampak jangka panjang bisa mempengaruhi kualitas tenaga kerja ketika kelak bayi itu tumbuh dewasa.

“Ketika tidak disiapkan maka bonus demografi bisa menjadi bencana demografi, kita sudah bersaing secara global. Saya mengajak untuk betul-betul memperhatikan stunting. Dulu, stunting sudah turun tapi masih di atas standar WHO,” jelasnya.

Menurut dia, upaya percepatan penurunan angka stunting harus menggunakan cara-cara yang baru, dimulai sejak sebelum pasangan menikah supaya tidak melahirkan bayi stunting.

Tiga bulan sebelum menikah pasangan calon pengantin perlu mendaftarkan diri melalui aplikasi elsimil yang telah diluncurkan secara nasional di Bantul, beberapa waktu lalu.

Selama tiga bulan calon pengantin dipantau kesehatannya. Jika hasilnya sehat langsung menikah, jika kurang sehat diberikan tambahan vitamin dan tetap menikah. Apabila calon pengantin kondisinya sehat harapannya akan melahirkan generasi yang sehat.

Tim pendamping sudah terbentuk sampai tingkat desa. Ari pun berharap daerah-daerah perlu membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS). Ini penting mengingat stunting mempengaruhi kemampuan negara. Dampak stunting bisa pengaruhi negara terkait dengan daya saing tenaga kerja. (*)