Sekolah Swasta Terancam Kolaps, Jika Pandemi Tak Segera Berakhir

Sekolah Swasta Terancam Kolaps, Jika Pandemi Tak Segera Berakhir

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Berdasarkan perintah Presiden RI dan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, para pelajar baru bisa masuk sekolah pada akhir tahun ini.

Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan akan merasakan dampaknya. Saat ini sekolah-sekolah swasta di DIY mengalami kondisi kesulitan keuangan bahkan terancam kolaps jika pandemi tidak segera berakhir.

“Jika lewat lewat Januari 2021, kolaps sekolah-sekolah swasta itu. Bisa habis,” ungkap Afnan Hadikusumo, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI DIY.

Kepada wartawan melalui aplikasi Zoom usai saat Rapat Kerja DPD RI DIY yang dipimpin langsung GKR Hemas, Jumat (12/6/2020), Afnan menyatakan benar sekarang ini kondisi sekolah swasta sangat terimpit. Dari aspek kemampuan keuangan, sekolah swasta di DIY terbagi tiga klasifikasi yaitu besar, sedang dan kecil.

Bahkan guru honorer maupun tenaga honorer dari sekolah negeri pun mengeluh. “Mereka mengeluh ke tempat saya karena merasa dianaktirikan. Harusnya pemerintah ikut memberi bantuan ke sekolah swasta, apapun bentuknya,” ucap cucu dari pahlawan nasional Ki Bagus Hadikusumo ini.

Cholid Mahmud. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Anggota DPD RI DIY Cholid Mahmud dan Hilmy Muhammad juga mengkhawatirkan kondisi tersebut.  Meski memberikan dukungan agar tak tergesa-gesa membuka sekolah namun pemerintah perlu memikirkan keberlangsungan sekolah termasuk dana operasionalnya.

“Sekolah negeri mungkin tidak masalah, libur malah senang. Gaji tetap jalan. Yang perlu dipikirkan itu guru honorer, jika sekolah nggak jalan maka akan mengancam keberlangsungan proses pendidikan di sekolah swasta,” ujar Cholid sambil bercanda.

Menurut dia, berdasarkan amanat konstitusi sebenarnya pendidikan merupakan kewajiban negara. “Mestinya semua sekolah itu negeri. Karena negara tidak mampu maka swasta membantu negara. Sekarang jangan seolah-olah dibalik. Dalam kondisi kesulitan maka pemerintah harus membantu. Covid-19 boleh berjalan tetapi sekolah tidak boleh berhenti,” kata dia.

Hilmy Muhammad. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Hilmy Muhammad menambahkan, Pemda DIY juga perlu memikirkan keberadaan pondok pesantren (ponpes). Di provinsi ini terdapat tidak kurang 40 ribu santri, sehingga membutuhkan bantuan dari pemerintah.

Pengasuh Ponpes Al Munawwir Krapyak ini juga menyinggung penggunaan anggaran Dana Keistimewaan untuk bidang kebudayaan agar diperluas distribusinya kepada para guru ngaji dan modin yang saat ini kehilangan pendapatan. “Mereka tidak bisa mengajar, mengisi pengajian dan lain sebagainya sehingga tidak mendapatkan penghasilan,” ungkap Gus Hilmy.

Dalam kesempatan itu, Kepala Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada (UGM), Agung Harijoko, menyampaikan  DIY merupakan tolok ukur pendidikan di Indonesia. Menjelang berlakunya pranatan baru, dia menyarankan Pemda DIY perlu memikirkan apakah sekolah tetap secara online ataukah memberi izin para pelajar hadir di sekolah.

Perlu dipikirkan pula apakah harus ada pembatasan jarak, kemudian bagaimana dengan ruang kelasnya mengingat rata-rata sekolah negeri jumlah kelasnya sudah pas.

Perlu dipikirkan pula apakah perlu ada kelas paralel karena hal ini menyangkut kesanggupan guru. “Ataukah kita kombinasi peserta didik hadir dengan daring. Apakah kelas disekat jarak per anak. Mungkin perlu kita pikirkan bersama,” ujarnya. (sol)