RGI Berjuang Perangi Kemiskinan Lewat Pelatihan Kuliner Gratis

Kita latih skill dasar para santri seperti cara memotong bahan, teknik memainkan api kompor.

RGI Berjuang Perangi Kemiskinan Lewat Pelatihan Kuliner Gratis
Para santri sedang menimba ilmu memasak di RGI. (warjono/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Rumah Gemilang Indonesia (RGI) hanya berlokasi sekitar satu kilometer dari Pemkab Sleman. Lokasinya berada di kawasan Asram Edupark, Dusun Jomblang Kalurahan Sendangadi Kapanewon Mlati Kabupaten Sleman.

Kalau Asram Edupark di bagian depan, maka RGI ini posisinya di belakang. Dikelilingi area perkebunan yang masih asri dan sunyi walau lokasinya tak jauh dari kota.

Ada sejumlah bangunan di sana. Selain mushala di bagian depan, kemudian rumah pondokan untuk anak yatim piatu dan santri yang ingin belajar kuliner, juga ada bangunan di bagian belakang yang difungsikan sebagai dapur sekaligus ruang untuk makan.

“Untuk dapur, kami memiliki 10 set piranti memasak. Dapur kami memang cukup luas. Sebab kami desain bisa untuk 10 santri sekaligus beraktivitas memasak. Ada meja lumayan besar juga untuk makan bersama,” kata Mukhlas Madani, Kepala Kampus RGI Yogyakarta, baru-baru ini.

RGI Yogyakarta mulai beroperasi tahun 2020. Secara nasional, RGI yang pengelolaannya menjadi satu kesatuan dengan LAZNas Al Azhar, sudah beroperasi sejak 2009.

Pengurus LAZ dan Baznas Kabupaten Sleman mencicipi menu olahan para santri RGI. (warjono/koranbernas.id)

Dijelaskan, Rumah Gemilang Indonesia adalah salah satu kluster program dari LAZNas Al Azhar. Tujuannya antara lain mengentaskan pengangguran usia produktif. Semangat ini dilatarbelakangi oleh banyaknya anak-anak muda duafa yang kurang beruntung. Mereka sebagian besar putus sekolah sehingga sangat sulit mengakses pangsa pasar kerja.

Anak-anak duafa ini umumnya juga minim keterampilan serta tidak terjangkau oleh penyedia kerja. Ide dari RGI kemudian, bagaimana memberikan bekal skill kepada kaum duafa ini, agar mereka kemudian memiliki peluang dan bisa terserap pasar kerja.

Bahkan, apabila memungkinkan, dengan skill yang mereka miliki kemudian diharapkan bisa terjun ke dunia usaha sehingga bisa menambah lowongan kerja untuk warga yang lain.

“Kami menerima santri yang ingin serius belajar tentang kuliner. Semua free tanpa biaya. Mereka bisa mendaftar ke kami secara online. Syaratnya duafa, usia 17 hingga 30 tahun, bisa membaca Latin dan Arab, serta mau tinggal di sini selama enam bulan untuk belajar dengan serius,” lanjut Mukhlas.

Khusus kelas kuliner, RGI sudah menjalankan program sebanyak tujuh angkatan. Masing-masing angkatan berkisar 10 hingga 13 santri. Mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Jawa dan Bali.

“Kebanyakan memang santri yang dikirimkan oleh pondok di mana mereka belajar. Tapi ada juga peserta dari masyarakat umum. Yang penting syarat-syarat tadi terpenuhi. Setelah mendaftar, kami akan melakukan assessment untuk memastikan kriterianya memang benar,” lanjutnya.

Skill dan karakter

Pembelajaran, RGI kata Mukhlas, menerapkan sistem pembelajaran dengan 40 persen skill dan 60 persen karakter. Keterampilan atau skill akan digodok dengan cara penyampaian teori pada tahap awal kemudian praktik.

“Di awal, kita tidak akan kasih menu. Kita latih skill dasar para santri seperti cara memotong bahan, teknik memainkan api kompor, mengasah pisau, manajemen dapur. Kami juga menekankan pembekalan karakter. Karakter ini menjadi yang utama, apalagi para santri kami berasal dari berbagai daerah, yang kondisinya juga berbeda-beda,” lanjutnya.

Secara keseluruhan, belajar kuliner di RGI memakan waktu selama enam bulan. Lima bulan pertama untuk belajar teori dan praktik, sedangkan yang satu bulan untuk proses magang. Santri RGI biasanya diikutkan di sejumlah rumah makan, hotel ataupun jenis usaha yang menjadi partner kerja RGI.

Usai menimba ilmu memasak di RGI, para santri kemudian diberi kebebasan apakah akan membuka usaha secara mandiri atau mencari kerja. Kalau ingin bekerja sembari menambah jam terbang, RGI juga membantu menyalurkan mereka dengan mengenalkannya ke rekanan atau partner kerja.

“Selama ini, alumni kami diterima dengan baik oleh rekanan. Karena itu tadi, selain skill punya, perilaku mereka juga Insha Allah baik dan disiplin. Sudah sampai tujuh angkatan, alhamdulilah sebagian dari alumni kami sudah sukses, ada yang jadi manajer dan supervisor di rumah makan rekanan. Ada juga yang buka warung makan sendiri,” kata Azam, staf LAZ Al Azhar Yogyakarta, yang sehari-hari bermalam di RGI bersama para santri.

Dukungan partner

Tidak memungut biaya dari santri, Rumah Gemilang Indonesia mengandalkan pendanaan dari LAZNas Al Azhar. Tanpa menyebut angkanya, Mukhlas mengakui operasional RGI juga sangat terbantu dari partner kerja baik individual maupun kelembagaan.

Dukungan rekanan, ujarnya, tidak selalu berupa dana, tapi juga bisa berupa pemikiran dan tenaga.

“Terus terang, kami tidak akan bisa berbuat banyak kalau tidak ada rekan-rekan yang membantu memberikan ilmu mereka kepada santri-santri kami. Banyak yang bersedia meluangkan waktu datang ke RGI dan ikut mengajari santri-santri yang belajar kuliner di sini. Kalau santri ingin belajar menu western, biasanya kami undang chef untuk ikut mendampingi. Intinya, santri mau belajar memasak apa, kami akan carikan yang bisa ngajarin. Bahkan misalnya mau memaska bakso, kami ada partner yang jago memasak bakso,” lanjutnya.

Muhammad Agus Juanda (18), salah seorang santri di RGI mengaku tertarik belajar kuliner. Informasi tentang RGI, awalnya ia peroleh dari ustad di Pondok Pesantren Darul Ukhuwah di Bedugul Bali di mana ia belajar selama ini.

ARTIKEL LAINNYA: Transaksi Harvesting Day Tembus Rp 353 M, Gerakan Nasional BBI-BBWI Ajak UKM Naik Kelas

Sedari awal, Agus Juanda mengaku memang suka memasak. Ia merasa berguna ketika bisa memasak dan masakannya disukai oleh orang.

“Setelah belajar di sini, saya pengin-nya membuka usaha di Bali. Sebab Bali menjadi tujuan wisata utama di Indonesia. Banyak tamu yang datang termasuk wisatawan asing. Selama ini, di Bali susah mencari makan yang halal. Jadi saya pengin mencoba membuka usaha rumah makan,” kata Agus, yang sebentar lagi menjalani program magang.

Agus mengaku senang dan betah belajar di RGI. Selain bertemu dengan dunia yang ia senangi yakni kuliner, ia juga bisa bertemu dengan santri-santri dari berbagai daerah di Indonesia yang punya passion sama.

“Namanya di perantauan, jadi kami sangat kompak. Termasuk kompak menjalani aktivitas rutin selain belajar memasak. Layaknya kehidupan di pondok, setiap hari kami musti bangun sebelum Subuh. Salat selalu berjamaah dan ngaji juga tak pernah ketinggalan,” katanya menerangkan. (*)