UMKM DIY Sangat Rentan Terpuruk
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Sekitar 6 ribu unit Usaha Kecil Menengah
dan Mikro (UMKM) di Provinsi DIY saat ini kondisinya sangat rentan terpuruk.
Sejak virus Corona atau Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi, para pelaku usaha
di sektor itu seolah-olah tiarap.
Anggota
Komisi B DPRD DIY, Nurcholis Suharman, mengakui secara makro kinerja UMKM di
provinsi ini mengalami penurunan ekonomi yang terbilang tajam. Namun demikian
mereka tetap berusaha bertahan.
“Pelaku UMKM
tetap berupaya eksis bahkan kondisi sekarang muncul pelaku usaha baru akibat
banyak pekerja dirumahkan,†ujarnya kepada wartawan di sela-sela menghadiri diskusi
membahas Nasib UMKM dan Pertumbuhan Ekonomi, Sabtu (25/7/2020), di Taru Martani
Coffee & Resto 1918.
Sangat
disayangkan para pelaku UMKM masih memiliki ketergantungan dengan sumber daya
daya penggerak ekonomi dari luar. Sebut saja di antaranya proyek besar bandara
Kulonprogo, industri pariwisata serta pendidikan.
Persoalannya,
kekuatan-kekuatan besar penggerak ekonomi tersebut saat ini melemah karena tidak
ada mahasiswa maupun wisatawan masuk DIY.
Keuangan Pemda
DIY, lanjut dia, juga mempengaruhi gerak dan aktivitas UMKM. Begitu Dana
Alokasi Khusus (DAK) dipangkas pemerintah pusat mayoritas pembangunan bersumber
dari APBD langsung berhenti. Lagi, UKMM terkena dampaknya.
Lebih jauh,
anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) DPRD DIY ini menyampaikan pergerakan ekonomi
DIY selama masa pandemi tersendat karena sangat tergantung konsumsi masyarakat.
Memasuki New Normal atau tatanan baru,
Pemda DIY harus benar-benar memperhatikan UMKM.
“Ketahanan
konsumsi ini bersifat sementara sehingga pemulihan ekonomi dengan cara membangkitkan
kembali UMKM merupakan hal yang mutlak,†tandasnya.
Sebagaimana
dorongan Bank Indonesia (BI) Yogyakarta, kebijakan meningkatkan kinerja UMKM antara
lain melalui peningkatan daya beli.
Adapun
teknisnya, kata dia, Pemda DIY bersinergi dengan pemerintah pusat dan
kabupaten/kota melakukan upaya peningkatan daya beli khususnya kelompok rentan.
“Di antaranya
dengan cara melanjutkan bantuan sosial untuk mendongkrak konsumsi rumah tangga
kelompok rentan dan warga terdampak sesuai kriteria,†jelasnya.
Sedangkan program
yang bersifat insentif seperti Sibakul
disubsidi ongkos kirim, menurut Nurcholis, layak diteruskan. Ini dimaksudkan agar
UMKM tetap tumbuh dan daya beli konsumen meningkat. “Hal ini sudah baik, namun
skala dan sebarannya perlu diperluas agar tidak terkonsentrasi pada kawasan perkotaan,â€
kata dia.
Dia
menambahkan, pemerintah pusat sudah menyusun berbagai program stimulus
ekonomi sektor riil, keuangan maupun jasa. Saatnya daerah berperan membantu sosialisasi
maupun memfasilitasi pelaku bisnis mengakses program tersebut.
Menyikapi adanya
pergeseran ekonomi ke arah digital yang diyakini menjadi model utama pemulihan
ekonomi di era New Normal, Nurcholis
mengatakan, kebijakan ini sejatinya sejalan dengan program Pemda DIY tentang
pengembangan cyber province.
“Yang perlu dilakukan
adalah meninjau ulang pentahapan pengembangan cyber province agar sesuai kebutuhan kondisi normal baru,†ujarnya
seraya menambahkan inovasi pada aspek produksi, pemasaran dan jejaring bisnis merupakan kunci keberlangsungan dan
kebangkitan UMKM DIY.
Dia sepakat,
kegiatan ekonomi berbasis UMKM harus paralel dengan kebijakan kesehatan. Keduanya
tidak bisa dipisahkan. “Contoh, pasar tradisional rentan menjadi klaster
penularan Covid-19 harusnya menjadi prioritas penanganan agar UMKM perdagangan
maupun industri terkait terjamin keberlangsungannya,†tandasnya.
Artinya, pemerintah
daerah wajib memastikan semua kegiatan ekonomi memenuhi standar protocol Covid-19
secara ketat, konsisten dan berkelanjutan.
“Risiko
munculnya gelombang pandemi berikutnya berdampak langsung terhadap pemulihan
ekonomi. Penanganan kesehatan dan ekonomi tidak bisa dipisahkan,†kata
Nurcholis. (sol)