PPID Tidak Lagi Dianggap Sampiran

PPID Tidak Lagi Dianggap Sampiran

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Panitia Khusus (Pansus) DPRD DIY bersama eksekutif saat ini membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik. Begitu disahkan menjadi  perda diharapkan regulasi tersebut mampu menguatkan keberadaan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di setiap institusi pemerintah.

“Perda ini sudah lama kami nantikan. Gubernur sangat konsens dengan keterbukaan. Kita bisa memberdayakan PPID menjadi lembaga yang kuat dan penting melayani masyarakat dan mencegah korupsi. PPID tidak lagi sebagai lampiran,” ungkap Rony Primanto Hari, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) DIY, Selasa (1/9/2020).

Kepada wartawan usai mengikuti public hearing raperda tersebut di DPRD DIY, dia menyatakan selama ini Satuan Kerja (Satker) maupun Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menganggap PPID tidak penting.

Dengan adanya payung hukum tersebut mau tak mau pemda harus terbuka memberikan informasi mengenai layanan publik, anggaran maupun kegiatan ke masyarakat. Dengan begitu, peluang terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) mampu dicegah. “Di dalam salah satu pasal disebutkan PPID dan keterbukaan menjadi salah satu tolak ukur kinerja OPD,” kata dia.

Hanya saja, sambung Ketua Pansus Raperda Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik, Eko Suwanto, tidak semua informasi bisa diakses masyarakat khususnya informasi yang dikecualikan.

Contohnya, dokumen mengenai hasil penyelidikan dan penyidikan pelanggaran perda yang ditangani PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil), supaya tidak mengganggu proses hukum yang sedang berjalan.

“Sesuai target, raperda ini selesai Oktober 2020 dan akan langsung diberlakukan sejak diundangkan sekitar November. Setelah mendapatkan registrasi, pencermatan dan rekomendasi Kemendagri, maksimal November bisa diterbitkan dan Desember bisa dilaksanakan,” kata dia.

Diyakini raperda bisa memperkuat keterbukaan informasi publik, minimal tidak terjadi korupsi mengingat Pemda DIY dituntut jujur, terbuka dan transparan memberikan informasi dan dokumentasi perencanaan, pembahasan, pengalokasian anggaran dan kebijakan pembangunan.

“Harapan kita sudah tidak ada lagi pertanyaan tentang APBD untuk apa dan Danais sampai di mana. Ini juga strategi kita untuk mendorong kejujuran dan transparansi pengambilan kebijakan dan penganggaran untuk bersama-sama mencegah korupsi,”  ungkapnya.

Menurut dia, dengan perda tersebut Pemda DIY dapat menjalankan fungsi keterbukaannya secara maksimal. Seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) maka raperda ini juga memberikan amanat Pemda untuk memanfaatkan TIK secara maksimal.

Tidak hanya masyarakat diuntungkan dengan perda tersebut, mahasiswa maupun peneliti juga dilayani secara maksimal apabila memerlukan data, informasi maupun dokumentasi pemerintah daerah untuk keperluan riset. “Masyarakat akan mendapatkan akses penuh terhadap rencana pembahasan,  pengalokasian dan kebijakan pembangunan,” kata Ketua Komisi A DPRD DIY ini.

Harapan serupa disampaikan anggota pansus, Suwardi dan Stevanus Cristian Handoko. Mereka sepakat perlu ada ruang yang betul-betul tersedia dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.

Dengan raperda inisiasi DPRD DIY ini Pemda DIY diharapkan lebih terbuka memberikan informasi. Masyarakat memperoleh kesempatan ikut membangun Jogja lebih istimewa. “Semoga raperda Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik bermanfaat untuk masyarakat DIY,” kata Retno Sudiyanti, wakil ketua pansus raperda tersebut. (*)