Komunitas Malioboro Merintis Pemanfaatan Sampah

Komunitas Malioboro Merintis Pemanfaatan Sampah

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA—Paguyuban pedagang kaki lima Malioboro, merintis upaya untuk memanfaatkan sampah secara lebih produktif. Langkah ini dimaksudkan untuk lebih memaksimalkan penanganan sampah yang ada di kawasan ini.

Upaya untuk mengelola sampah dengan memanfaatkan menjadi barang-barang yang lebih berguna, diawali dengan menggandeng Paguyuban Bank Sampah DIY. Paguyuban ini, nantinya akan mengadakan berbagai pelatihan untuk personel dari komunitas Malioboro.

“Bank Sampah Komunitas Malioboro adalah upaya kami untuk menguatkan tanaman budaya bersih dan kepedulian terhadap sampah dan lingkungan. Juga proses belajar agar bijak mengelola sampah menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat. Dalam desain model dan tata kelolanya, kami menggandeng Paguyuban Bank Sampah DIY,” kata Ketua Paguyuban Pedagang Lesehan Malioboro (PPLM) Desio Hartonowati, disela-sela soft launching Bank Sampah Komunitas Malioboro, Minggu (9/2/2020) di Depan Pintu Gerbang Kompleks Kepatihan Malioboro.

Bersamaan dengan ini, sekaligus juga diluncurkan Celengan Infus (Infaq Subuh) serta dilanjutkan dengan pemasangan kipas penanda 56 tahun H.Haryadi Suyuti di kawasan.

Dikatakan, kegiatan ini sekaligus juga dimaksudkan sebagai kado istimewa bagi Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti, yang sedang berulang tahun ke 56, dan wujud ungkapan terimakasih dari komunitas yang selama ini telah mendapat pengayoman dari walikota.

“Apa yang kami lakukan adalah bagian dari upaya menjadikan Kawasan Malioboro lebih bersih dan indah atau resik lan apik. Tentu saja, dengan demikian, kegiatan ini memiliki benang merah atau salah satu mata rantai kegiatan mendukung kebersihan dan keindahan Malioboro, yang sebelumnya telah kami gelar yakni Total Care Kebersihan Malioboro dengan Maskot Jaka Lisa (Jaga Kebersihan-Lihat Sampah Ambil). Juga Sistem Kebersihan Berbasis Komunitas, Ronda Kebersihan Selasa Wage, dan upaya menuju menjadikan Malioboro sebagai taman anggrek jalanan lewat menanam anggrek di pepohonan sepanjang Malioboro,” lanjutnya.

Presidium Komunitas Malioboro, Sujarwo Putro mengatakan, apa yang dilakukan komunitas ini, mungkin dipandang kecil. Namun menjadi berarti dan berharga dalam membangun ekosistem yang ramah terhadap tumbuh kembangnya budaya bersih, rapi, dan indah di Kawasan Malioboro.

Apalagi hadir di tengah-tengah kondisi belum kokohnya budaya bersih di hampir semua stakeholder yang ada dan datang ke Malioboro. Begitu pula, gagalnya konsep zero growth atau pertumbuhan nol untuk Kaki Lima di Kawasan Malioboro.

Dikatakan Jarwo, kegiatan ini menggandeng Laznas Al Azhar dan LDPM Universitas Cokroaminto sebagai penyedia relawan untuk supporting system dalam operasional Bank Sampah Komunitas.

Terkait program Celengan Infus, disebutkan merupakan upaya menguatkan dan mempertajam rasa tanggung jawab bersama dan kepedulian terhadap sesama. Melalui Celengan Infus ini, setiap subuh atau pagi, komunitas menyisihkan sebagaian kecil dari keuntungan hasil usahanya. Celengan Infus dibuka setiap tanggal 9, sama dengan tanggal kelahiran Walikota Yogyakarta.

“Sebagian besar uang yang terkumpul dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan-kegiatan kebersihan dan keindahan Malioboro. Sementara sebagian yang lain, sepenuhnya untuk berbagai dengan sesama yang membutuhkan dimanapun mereka berada. Pahala dari kebaikan infaq subuh ini, kami niatkan untuk dialirkan kepada Walikota kami agar Allah beri kesehatan, kemudahan, dan kekuatan dalam mengemban amanah mengayomi dan melindungi komunitas dan masyarakat Jogja,” katanya.

Sekretaris Paguyuban Bank Sampah DIY, Erwan Widiarto menambahkan, pihaknya menyambut baik gagasan dan semangat komunitas di Malioboro untuk lebih serius menangani sampah.

Erwan melihat, yang dilakukan komunitas di Malioboro selama ini sudah baik. Namun upaya itu lebih bisa dimaksimalkan, apabila komunitas bisa melakukan inovasi-inovasi untuk pemanfaatan sampah menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat.

“Jadi kunci penannganan sampah itu sebenarnya adalah semaksimal mungkin menciptakan nilai tambah dari sampah. Sampah harus dipilih dan dipilah. Yang bisa didaur ulang dan dijadikan bahan untuk produk bernilai tambah, harus dipisahkan dengan sampah yang tidak lagi bisa dimanfaatkan dan harus dibuang ke tempat pembuangan akhir. Jadi yang dibuang terakhir adalah sampah residu,” katanya.

Dengan cara ini, maka akan secara pelan tapi pasti, akan mengurangi beban sampah di TPA Piyungan. Sementara di sisi lain, akan memberikan nilai tambah dan sumber ekonomi bagi komunitas. (SM)